Ngaji Hikam Hikmah Ke-5

 Syekh Ibnu Athaillah Al-Syakandari dalam kitab Al-Hikam berkata :

الشَّيْخُ أَحْمَدُ بْنُ عَطَاءِ اللهِ السَّكَنْدَرِيُّ :إِجْتِهَادُكَ فِيْمَا ضُمِنَ لَكَ وَتَقْصِيْرُكَ فِيْمَا طُلِبَ مِنْكَ دَلِيْلٌ عَلَى انْطِمَاسِ الْبَصِيْرَةِ مِنْكَ

Artinya: Kesungguhanmu untuk mencapai sesuatu yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, dan keteledoranmu terhadap kewajiban-kewajiban yang telah diamanatkan (ditugaskan) kepadamu, itu membuktikan butanya mata hatimu.

Makhluq Allah sangat banyak dan bermacam-macam jenisnya. Ada makhluq yang hidup dan ada yang mati. Jika ditotal jumlah keseluruhannya mencapai triliunan. Makhluq yang hidup kategorinya ada dua  yaitu aqil dan ghoiru aqil. Yang aqil termasuk malaikat, jin, setan, dan manusia. Adapun yang ghoiru aqil diantaranya adalah hewan. Dari semua makhluk Allah yang hidup yang diberi kewajiban atau taklif ibadah hanya ada dua yaitu manusia dan jin. Bahkan Allah sudah pernah menawari gunung-gunung tapi mereka tidak mau.

Mengapa disebut dengan istilah taklif?. Karena yang dikenai taklif apabila mau menjalankan kewajibannya maka akan mendapatkan imbalan. Malaikat diberi tugas tapi tidak ada imbalannya. Sehingga tuga malaikat tidak disebut taklif. Taklif atau hukum Allah yang berkaitan dengan manusia ada 5 yaitu :

1- Wajib yaitu hukum yang apabila dilaksanakan dapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat dosa. Yang mendapat taklif wajib hanya manusia dan jin. Malaikat tidak mendapatkan taklif yang demikian.

2- Sunah : Perkara yang apabila dilaksanakan dapat pahala dan jika  ditinggalkan tidak mendapatkan dosa.

3- Mubah: jika dilaksanakan tidak dapat pahala jika ditinggal juga tidak mendapat dosa. Contoh mubah adalah makan, minum, tidur, bahkan hukum asala nikah adamah mubah.

4- Makruh : apabila dilaksanakan tidak apa-apa, tapi apabila ditinggal mendapatkan pahala.

5- Haram : perkara yang jika dilakukan mendapatkan dosa dan jika ditinggalkan mendapat pahala.

Kiai Sahal Mahfudz dalam bukunya tentang Ushul Fiqih memberikan pandangan tentang sepektrum haram yang sangat luas. Diantaranya adalah pandangan bahwa hal-hal yang mubah bisa mejadikan mendapat pahala karena meninggalkan perkara yang haram. Orang yang tidur semalam suntuk, bisa mendapat pahala walaupun tidak tahajud karena tidurnya adalah perkara mubah tapi dia  telah meninggalkan perkara maksiat.

 

Oleh karena  jika jadi walisantri jangan terlalu serius ketika memandang anak pulang dari pondok. Ketika  santri pulang  dari pondok dan di rumah tidur saja, jangan dimarahi. Karena sesungguhnya sang anak sedang melakukan perkara yang mubah dan sedang meninggalkan maksiat sehingga mendapatkan pahala.

Jin dan Manusia disatu sisi punya tugas. Disisi yang lain Allah telah menjamin rezekinya. Allah mengetahui jika manusia apabila tidak makan akan mati. Oleh karena itu disediakanlah sarana untuk keberlangsungan hidup berupa makanan-makanan. Sawah, beras, gandum, jagung, sagu dan lain sebagainya.

Allah menciptakan kebutuhan manusia sesuai dengan tempatnya. Hanya saja terkadang kebijakan manusia merusak kebijakan Allah. Di Papua, tidak bisa menumbuhkan beras tapi tumbuh sagu dan itu yang lebih sesuai dengan iklim disana. Di Arab tidak bjsa tumbuh padi, tapi bisa tumbuh gandum dan itu yang cocok dengan iklim Arab.

Oleh karena itu pada tahun 2007 ketika saya akan haji dan sowan Kiai Sholahuddin Tulungagung. Beliau berkata, "Kalau Sampean cocok dengan makanan Arab, makan makanan Arab di sana lebih sehat daripada memakan makanan indonesia".

Kalau hidup di Arab tapi makan makanan Indonesia sebenarnya tidak cocok. Harusnya makan sesuai iklim disana yaitu daging, ayam, dsb. Kalau perlu yang banyak dagingnya dan nasinya lebih sedikit. Sayuran seperti kangkung, terong dsb, di arab lebih mahal daripada daging ayam. Mengapa?. Karena iklim disana  lebih sesuai makan yang daging-daging seperti ayam dsb.

Allah mengerti untuk kelangsungan hidup manusia dibutuhkan makanan sehingga Allah menyediakan makanan dan rezeki. Tinggal tugas manusia menjemputnya baik di pasar, di sawah, dan di jalan. Dengan berbagai cara seperti bertani, nge-bor, dan dagang.

Allah menyediakan rezeki dan telah menjaminnya tapi disisi lain Allah juga menuntut manusia dan jin dengan tugas yaitu beribadah kepada-Nya. Walapun rezeki telah dijamin, tapi dalam masalah rezeki terkadang kita seperti percaya dan  tidak percaya. Adapun tingkatan percaya dan yakin ada 3 yaitu Imu yakin, ainul yakin dan haqul yakin. Contoh ada  ayat :

وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا

Artinya : Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya.

Jika kita percaya ayat tersebut karena mengetahui ayat tersebut berdasarkan belajar dan ngaji. Maka kepercayaan kita ini dinamakan ilmu yakin yaitu percaya karena diberi pengetahuan.  Abah dulu menerangkan 3 tingkatan ilmu yakin, ainul yakin dan haqul yakin seperti ketika, ada anak santri yang akan sowan bertemu Kiai. Contoh ada santri Muhibin mau sowan ke saya. Tapi sebelum bertemu saya dia melihat di depan rumah dan tanya ke anak ndalem, "Kang Kiai Idris ada?". Anak ndalem berkata, "Oh iya Ada". Anak santri itu percaya. Maka percayanya ini  dinamakan ilmu yakin. Seperti kita yang diberi pengetahuan bahwa rezeki telah dijamin lalu kita percaya akan hal itu. Maka  dinamakan ilmu yakin.

Santri yang mau sowan kemudian melihat sandal saya masih ada di depan rumah dan melihat mobil saya masih terparkir. Maka Pengetahuan dan kepercayaannya meningkat menjadi Ainul Yaqin, yaitu mengerti karena ada tanda-tanda dan bukti.

Ainul yaqin yang berhubungan dengan rezeki seperti kisah Nabi Sulaiman. Beliau pernah diperintah Allah sholat di tepi laut sampai 3 hari. Setiap selesai sholat beliau melihat semut yang lewat di depannya. Semut itu menggigit daun yang masih hijau. Beberapa saat kemudian datang seekor katak. Semut itu kemudian melompat di atas punggung katak. Keduanya pergi ke tengah laut dan menenggelamkan diri.

Beberapa waktu kemudian si katak dan semut itu muncul dari laut. Ketika sampai di bibir pantai semut turun dan lewat di depan Nabi Sulaiman lagi. Dalam sehari hal itu terjadi sampai 2 kali.  Sampai pada hari ke-3 semut itu distop oleh Nabi Sulaiman dan ditanyai oleh Nabi Sulaiman, "Wahai Semut, selama 3 hari ini kamu lewat di depanku, membawa daun hijau yang masih segar dan menaiki katak, lalu katak itu membawamu ke tengah laut, dan kalian menenggelamkan diri sebenarnya apa yang terjadi?".

Semut itu kemudian menjawab, "Wahai Nabinya Allah di dalam laut ini Allah memiliki makhkuq berupa ulat, dia hidup di dasar laut, berada di sebuah batu karang dan bersembunyi di sela-selanya. dia tidak memakan dedaunan laut, dan hanya doyan makanan daun yang berada di darat. Dia tidak bisa keluar karena apabila dia keluar, pasti dia dimakan oleh ikan laut. Nah aku dipasrai untuk mencarikan makanan berupa daun darat dan Allah mengirim malaikat berwujud katak itu sebagai tungganganku".

Nabi Sulaiman kemudian mantap dan yakin bahwa semua yang di bumi ini telah dijamin rezekinya oleh Allah Swt. Sehingga beliau mendapat Ainul Yaqin karena mendapat pengetahuan dari tanda-tanda dan bukti. Seperti dalam keterangan:

فِيْمَا ضُمِنَ لَكَ) وَهُوَ الرِّزْقُ تَفَضُّلًا مِنَ اللهِ وَإِحْسَانًا، قَالَ تَعَالَى: ﴿ وَكَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ

Artinya: Sesuatu yang telah dijamin adalah rezeki yang merupakan anugerah dan kebaikan Allah. Allah berfirman: Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu…(Qs. Al-‘Ankabut [29]: 60)

Orang khusus atau orang khawas yang sudah sampai pada maqam tawakal apabila hanya diberi tahu dan hanya diberi bukti tentang rezeki, mereka masih belum puas dan ingin merasakannya sendiri bagaimana Allah mengirim rezeki kepada makhluqnya. Diantara ulama yang telah sampai pada tahapan tawakalnya orang khusus adalah Imam al-Zahid. Beliau ingin mengetahui bagaimana Allah mengirim rezeki kepadanya.

Oleh karena itu Imam al-Zahid menguji haqul yakin tengang rezeki dan ayat tentang rezeki dengan cara bersembunyi di dalam gua. Gua yang beliau pilih adalah gua yang berada di sebuah gunung yang tidak dijamah orang. Di dalam gua itu, beliau hanya diam. Dalam tekad beliau bahwa Allah akan memberi rezeki kepada siapa saja yang ada di bumi. Maka dengan diam pun pasti Allah memberi rezeki kepadanya.

Di Gua itu Imam Zahid mencoba bersembunyi dengan menghimpitkan badanya diantara batu agar tidak diketahui orang. Beliau mencoba, bagaimana Allah akan memberi rezeki kepadanya padahal dia telah bersembunyi di tempat yang jauh dari keramaian. Sampai berhari-hari dan sampai berminggu-minggu. Imam Zahid hanya diam.

Setelah itu datanglah kafilah yang baru saja mengambil dagangan di Syam Syiria. Pada saat itu Syam adalah pasar internasional. Zaman itu Syam sangat besar mencakup wilayah Palestina, sebagian Yordania, Syuriah, Libanon, dan sebagian Mesir. Memang dulu Syam diduduki Romawi sebelum Sayidina Umar.. Kemudian Sayidina Umar, Diteruskan ke era pertengahan yaitu perang Salib, Kepada Sultan Sholahudin dan Turki Ottoman tahun 1914 lalu sampai ke Inggris. Dan dilepas sehingga diduduki Israel pada tahun 1948-an.

Ternyata rombongan yang lewat itu sedang tersesat. Sudah mencoba beberapa kali berputar tapi selalu terhenti di gunung yang sama. Sampai tiga kali mereka berputar mencari jalan keluar. Tetap saja di gunung itu mereka kembali. Beberapa saat kemudian hujan datang. Berteduhlah mereka di dalam gua dan melihat seorang yang terhimpit batu yakni Imam al-Zahid. Mereka pun memberi Imam Zahid roti dan susu. Tapi orang yang terhimpit batu itu hanya diam.

Saat rombongan itu istirahat sampai hujan reda. Mereka melihat Imam Zahid yang tidak memakan roti dan susu. Mereka menduga bahwa Imam Zahid mulutnya telah terkunci sehingga tidak bisa memakan roti dan susu. Sampai mereka memaksa dengan menarik mulutnya. Ketika mulut terbuka, dimasukanlan roti dan susu itu.

Ketika makanan sudah berada di mulut dan masuk ke perut.  Imam Zahid kemudian tertawa, Rombongan yang menyuapi itu kemudian berkata kepada Imam Zahid, "Anta Majnun". Artinya, "Kamu gila". Imam Zahid berkata, "Saya tidak gila, karena saya melakukan ini, untuk menguji janji Allah yang ada pada surat hud ayat 6 tentang rezeki, bahwa Allah akan menjamin rezeki siapapun yang ada di bumi". Inilah orang yang ingin mencoba haqul yaqin.

Imam Ghazali memberi syarat yang ketat dan banyak bagi orang tawakal di maqam khusus, sehingga orang bisa dikatakan telah masuk tahapan tawakalnya orang khusus dan bekerja tidak wajib lagi baginya. Salah satu diantaranya apabila sampai satu dua hari bahkan satu minggu rezekinya tidak datang dia tidak akan marah.

Dulu saya di pondok pernah membaca artikel bahwa di india ada orang yang bertapa berhari-hari dan tidak makan kuat. Sampai orang Amerika penasaran dan menculiknya untuk diteliti di lab rumah sakit. Orang itu dimasukan laborat selama 3 bulan dan tidak diberi makan. Ternyata selama 3 bulan dikunci dan diawasi, dia benar-benar tidak makan dan juga tidak mati.

Karena rezeki sudah dijamin oleh Allah, maka jangan sampai kita lalai dengan perkara yang sudah diamanatkan dan ditugaskan Allah kepada kita. Karena rezeki telah dijamin, maka kita jangan terlalu ngoyo dengan itu, karena hal itu menunjukan bahwa hati kita sedang buta.

Hikmah-hikmah dalam kitab Al-Hikam yang dikhitabi adalah murid. Sedangkan murid adalah orang yang ingin wushul kepada Allah. Sehingga modal seorang murid adalah mata hati. Jika mata hatinya buta maka tidak akan bisa melihat dan tidak akan bisa sampai kepada Allah. Oleh karena itu sebenarnya yang menjadikan hati kita buta dan tidak bisa wushul ialah apabila kita bersungguh-sungguh kepada hal-hal yang sudah dijamin sampai lupa dengan perkara yang ditugaskan oleh Allah.

Sebagai contoh sederhana ada wali santri yang punya anak mondok di Al-Muhibin. Bapaknya berkata, "Nak, tugasmu mondok disini pertama adalah ngaji, kedua sekolah, dan ketiga belajar, urusan pembayaran dan makananmu bapak yang jamin". Santri ini pada satu sisi sudah dijamin oleh orang tuanya urusan pembayaran dan makan. Tapi disisi lain dia ditugasi untuk ngaji, sekolah dan belajar.

Ternyata si santri ini malah repot mencari uang sehingga tidak pernah ngaji. Ketika ditanya kok tidak ngaji?. Jawabannya sedang mencari uang. Ini namanya santri yang bodoh. Karena dia sudah dijamin makan, biaya hidup, dan uang sakunya, tinggal ambil saja. Tapi dia malah tidak ngaji dan sekolah dengan alasan cari uang. Pengertian di atas bukan berarti tidak boleh bekerja walaupun rezeki telah dijamin. Bekerja harus tetap dilakukan tapi tidak boleh terlalu keras sampai mengalahkan tugas dan tanggung jawab yang berupa amal ibadah yang dapat menjadikan wushul kepada Allah.

فِيْمَا طُلِبَ مِنْكَ) وَهُوَ الْعَمَلُ الَّذِيْ تَتَوَصَّلُ بِهِ عَادَةً إِلَى مَوْلَاكَ مِنْ أَذْكَارٍ وَصَلَوَاتٍ وَأَوْرَادٍ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ أَنْوَاعِ الطَّاعَاتِ، قَالَ تَعَالَى وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ﴾ (الذاريات [51]: 56)

Artinya: kewajiban-kewajiban yang ditugaskan kepadamu adalah berupa amal yang dapat menjadikan wushul (sampai) kepada tuhanmu berupa dzikir, sholat, wirid dan amal lainnya dari macam-macam keta’atan (yang dapat mendekatkan diri kepada Allah).

Amal dalam pernyataaan di atas adalah amal yang dapat menjadikan wushul sampai kepada Allah karena khitab-nya adalah murid dan pembahasannya adalah al-hikam. Mengapa dalam pernyataan di atas bukan amal yang  dapat memasukan ke surga dan menyelamatkan ke neraka ?. Karena amal itu masuk dalam kategori amal wajib. Seperti riwayat bahwa satu ketika ada orang baduwi bertanya kapada Nabi tentang apa kewajiban dia sebagai hamba?. Nabi menjawab, "Sholat 5 waktu, puasa pada bulan ramadan!". Apakah hanya itu?". Nabi menjawab,"Ya itu saja". Hal ini karena baduwinya adalah orang melarat sehingga zakat dan haji baginya tidaklah wajib.

Orang baduwi itu kemudian bersumpah, "Demi Allah aku tidak akan menambah yang lebih dari itu". Nabi kemudian bersabda, "Baduwi itu jika cukup dengan kata-katanya dia akan masuk surga". Hal ini karena baduwi tersebut adalah kategori maqam Abid. Sedangkan murid amalnya harus :

الَّذِيْ تَتَوَصَّلُ بِهِ عَادَةً إِلَى مَوْلَاكَ

Artinya : kewajiban-kewajiban yang ditugaskan kepadamu adalah berupa amal yang dapat menjadikan wushul (sampai) kepada tuhanmu".

Kebiasaan atau adat orang yang bisa  adalah dengan amal-amal seperti zikir, sholat dan wirid.  Tapi pada hakikatnya yang dapat menjadikan wusul adalah rahmad dan fadhol Allah. Adat amalan-amalan diatas masuk dalam sunatullah yang pada hakikatnya Allah lah yang menentukan. Dalam ilmu tauhid di dalam Umul Barahin dijelaskan bahwa al-Sabab al-Haqiqi semua adalah Allah atau Fi'lu Allah. Tidak boleh seorang mukmin meyakini bahwa sesuatu bisa memberikan pengaruh seperti api bisa membakar dsb.

Api adalah sesuatu sendiri dan membakar adalah sesuatu yang  lain. dalam waktu bersamaan Allah menciptakan api dan membakar. Tapi saking seringnya Allah menjadikan dua hal itu bersamaan,  seolah-seolah keduanya pasti terjadi padahal keduanya adalah dua hal yang berbeda dan merupakan Fi'lu Allah.

Begitu juga dengan makan dan minum. Sebenarnya kenyang dengan makan adalah dua hal yang berbeda. Oleh karena itu kita disunahkan membaca bismilah sebelum makan agar memutus rantai kalau makan bisa kenyang. Bahwa  yang membuat lapar adalah Allah dan yang membuat kenyang juga Allah. Kalau kita memutusnya dengan bismillah agar kita tidak kufur dan syirik pada makanan. Oleh karena itu harus diputus dengan rantai bismilah agar tidak terjadi seolah hukum fisika jika makan pasti kenyang. Maka membaca bismillah agar tauhidnya selamat. Orang yang sering lupa membaca bismillah saat makan maka tauhdinya akan terus terkikis. Amal-amal yang dapat menjadikan wushul kepada Allah adalah:

 

 1) Zikir:  Dalam pembahasan sebelumnya sudah dibahas tentang 3 macam zikir.  Hanya saja ada jenis zikir bil qalbi yaitu  zikir yang mutaraqiban atau dalam bahasa kitab "nginjen-nginjen". Yakni selalu merasa diawasi Allah.

Sikap selalu merasa diawasi Allah tidak akan bisa tumbuh apabila kita tidak selalu ingat kepada Allah. Dalam istilah lain disebut muroaqabah. Caranya adalah dengan selalu belajar zikir Allah dan Allah. Dalam thoriqah Syadiliyah Tulungagung, hati diperintah untuk zikir Allah dan Allah terus menerus li kuli waqtin wakhin.

Zikir bil lisan yaitu segala yang mengandung asma Allah namanya zikir bi lisan. Mulai dari subhanaAllah yang mengandung nama Allah dinamai tasbih. Alhamdulillah mengandung anama Allah dinamai Hamdalah. Laa Khaula wa la quwata ila billah mengandung nama Allah dan disebut khauqalah.

Sebelum nikah saya diajak Abah Djamal sowan Kiai Mansur Abah dari Gus Qoyum. Saat itu Abah diijazahi oleh Kiai Mansur wirid yang disusun Imam Ghazali untuk dibaca setiap hari. Imam Ghazali di dalam kitab Mu'kid mina Dhalal diceritakan pernah mengalami fase Sabsathoh yaitu fase dimana beliau kehilangan kepercayaan kepada ilmunya sendiri.  Semua yang dimengerti dibantahnya sendiri. Sampai beliau menempuh jalan uzlah. Dan dalam uzlah inilah beliau menyusun zikir-zikir ini yang selalu beliau baca setiap hari.

Setiap hari Jumat yaitu mulai dari malam jumat membaca wirid  يا الله sebanyak 1.000 kali. Hitungan seribu kali sangat cepat apalagi kalau kejar target. Tapi biasanya kalau baca kejar tayang akan kehilangan hadirnya hati terhadap bacaan zikir. Yang baik adalah zikir dengan tenang dan hati dilatih untuk menyebut ismu dzat yaitu Allah, Allah. Wirid-wirid ini dicicil juga boleh. Semisal setiap bakda sholat maktubah. Tapi pengalaman dalam pengamalan baru 100 terkadang sudah hilang. Sehingga yang baik adalah satu kali duduk.

Malam Sabtu baca tahlil : لا اله الا الله sebanyak 1000 kali. Bagi orang abid hatinya disertai membaca لا معبد الا الله. Sedangkan bagi murid atau yang belajar memjadi murid yang disebut dalam hati لا مقصد الا الله. Dan bagi orang Arif yang disebut lafadz لا موجد الا الله.

Malam Ahad dan hari Ahad yang dibaca يا حي يا قيوم . Malam senin hari senin yang dibaca لا حول ولا قوة الا بالله العلي العظيم  . Malam selasa sampai selasa magrib yang dibaca صلى الله على محمد صلى الله عليه وسلم . Malam rabu hari rabu yang dibaca استغفر الله العظيم . Malam  kamis sampai hari kamis سبحان الله العظيم وبحمده.  Wiridan-wirid inilah yang harus sungguh-sungguh dipikir dan dilaksanakan agar bisa istiqomah. Sehingga tidak menjadi lalai.

2- Sholat : Sholat yang dimaksud adalah sholat sunah seperti sholat witir 11 rokaat atau 3 rokaat yang sering dilakukan Nabi. Witir yang paling baik adalah yang paling akhir waktunya dan menjelang waktu subuh. Jika mengikuti Abu Bakar witirnya dibelakang sesuai dengan yang utama. Madzhabnya umar witirnya setelah qobliyah isyak.

Sholat sunah yang paling utama adalah sholat rawatib. Seperti qobliyah dan bakdiyah dhuhur. Qobliyab Asar. Qabliyah dan bakdiyah magrib. Qabliyah dan bakdiyah isyak. Serta Qobliyah subuh.

 

Saking istimewanya sholat sunah rawatib, sholat-sholat tersebut boleh diqadla. Bagi orang yang bisa qobliyah subuh saat mau jamaah subuh uzur. Dan ketika akan jamaah ternyata sudah iqomah. Maka didahulukan jamaah. Setelah jamaah silakan diqadla sholat sunah qobliyahnya. Bahkan ketika waktu subuh sudah mepet. Langsung sholat subuh, selesai sholat subuh ternyata matahari sudah terbit, mengqodla-nya masih boleh.

Oleh karena itu jika ada orang sholat sunah setelah subuh atau setelah asar maka ada dua kemungkinan. Dia orang yang tidak tahu, atau orang yang benar-benar tahu .Satu ketika Nabi setelah sholat asar kemudian  sholat sunah. Isteri beliau bertanya, "Nabi ini kan setelah asar?!". Nabi menjawab, "Aku lupa tadi tidak bakdiyah dhuhur dan aku qadla sekarang pada waktu bakdiyah asar". Hal ini menunjukan saking istimewanya sholat sunah rawatib sehingga boleh diqadla.

Dakam kitab Hidayatul Atqiya diterangkan bahwa orang apabila ngaji tholabul ilmi harus ikhlas. Jika ikhlas akan banyak pahalanya. Tapi jika ngaji tidak ikhlas maka dia tidak dapat pahala bahkan maksiat. Yang ngaji mendengarkan maksiat, yang mengajar atau yang berbicara juga maksiat. Karena perkara yang tinggi nilainya, afat-nya juga besar. Perkara yang berharga apabila salah juga besar sekali efeknya. 

Orang mencari ilmu tidak ada tandingan keutamaannya. Lebih utama dari 100 rokaat sholat sunah. Tapi jika tidak ikhlas maka yang mengajar dosa dan yang menuntut ilmu juga dosa. Tanda tidak ikhlas dalam mencari ilmu itu aoa?. Yaitu diantaranya sering meremehkan sholat  sunah rawatib. Sholat sunah yang utama setelah rawatib adalah Sholat dhuha yaitu yang paling banyak 12 rokaat dan yang sering adalah 2 rokaat. Setelah itu Sholat witir 11 rokaaat atau 1 rokaaat.

Jika ingin istiqomah mengamalkan suatu amalan jangan lakukan yang berat dulu. Tapi amalkanlah yang  paling enjoi bagi diri sendiri. Sekupnya yang penting melakukan dulu. Setelah itu dilanjutkan dan terus menerus. Prinsipnya amal menurut Nabi adalah:

خير العمل ما قل وستقام

Artinya, "Sebaik amal adalah yang sedikit tapi istiqomah".

Belajar yang baik adalah 2 x 6 dari pada 6 x 2. Artinya belajar 2 jam selama 6 hari lebih baik daripada belajar 6 jam dalam 2 hari karena akan ujian. Sampai ada riwayat Ibnu Hajar al-Haitami. Beliau terkenal sebagai santri yang bodoh dan dedel sampai dijuluki ibnu haja (anak batu). Belasan tahun tidak bisa apa-apa. Sampai pamit pulang pada kiainya.

Ditengah perjalanan difutuh Allah. Hujan deras dan berteduh di gua. Di dalam gua itu ada batu yang ditetesi air sampai batu itu berlubang. Padahal hanya tetesan air tapi bisa menjadikan batu berlubang. Karena rutin dan terus menerus. Dari situ beliau tidak jadi pulang dan kembali ke pondok. Karena melihat batu saja yang keras tapi jika terus menerus ditetesi bisa berlubang.

Ketika di pondok beliau terus menetus belajar sehingga mudah faham. Akhinya beliau menjadi orang alim yang terkenal. Semua itu diraih dari sabarnya selama 11 tahun menanggung kebodohan. Oleh karena itu Nabi brdabada :

خير العمل ما قل وستقام

 

Yang penting melakukan dulu. Pas-pasan dulu. Sampai istiqomah. Kalau sudah istiqomah baru ditambah. Begitulah cara membujuk diri sendiri karena sesungguhnya manusia harus bisa membujuk dirinya sendiri.

اَعْدَى عَدُوِّكَ نَفْسُكَ الَّتِي بَيْنَ جَنْبَيْكَ

Artinya : Musuhmu yang paling besar adalah nafsumu yang berada di antara dua perut lambungmu". Terkadang ibadah dorongannya adalah nafsu. Ibadah kuat pada awalnya..Tapi setekah itu tidak lagi dilakukan itu karena nafsu. Dan bertolak belakang dengan hadist di atas.

3) Amal Wirid : Wirid hampir sama dengan zikir tapi berbeda. Dalam kitab Kifayatul Adzkiya ada nadzom yang berbunyi:

ثم استغل بالورد لاتتكـلمن

مسـتقبلا ومراقـبا ومـهللا

Artinya : Setelah  jamaah bacalah wirid jangan bicara, lihatlah kiblat muroqabah dan bertahlil.

بـطريقة مـعهوة لمـشايخ

لترى بها نارا ونورا حاصلا

Wirid dengan thoriqot yang dapat dari guru-gurunya, Supaya bisa melihat nur bashiroh dan mendapat cahaya. Wirid ada dua macam yaitu (1) wirid ijazah dari guru dan (2) wirid umum. Yang baik adalah wirid yang mendapat ijazah dari guru. Baik dengan baiat. Maupun tidak dengan baiat. Tapi yang paling bagus adalah diperoleh dengan baiat. Wirid degan thoriqot yang dapat dari guru-guru akan membawa api yang dapat menghancurkan dan melebur sifat tercela dari dalam hati. Oleh karena itu ada yang mengatakan zikir itu panas. Sampai dalam kitab Salalimul Fudhola' dijelaskan orang setelah wiridan jangan langsung minum air dingin.

Dengan wiridan seorang murid membawa api yang dapat menghancurkan sifat tercela seperti bakhil, sombong, penakut Dst di dalam hati. Selain dengan wirid cara menghancurkan sifat tercela adalah dengan riyadloh dan mujahadah yang berupa zikir لا اله الا الله yang dibimbing oleh guru. Ketika sifat tercela itu hancur maka akan muncul nur atau cahaya :

لترى بها نارا ونورا حاصلا

Dalam kitab Kifayatul Athqiya dijelaskan sesorang perlu mencari guru thoriqah agar zikirnya dibimbing guru. Walapun wiridannnya sama yaitu tahlil tapi apabila di talqin oleh guru akan bisa memberikan fungsi zikir tersebut secara maksimal dengan menghancurkan sifat tercela dan memberi cahaya kemakrifatan.

الْبَصِيْرَةِ) هِيَ عَيْنٌ فِيْ الْقَلْبِ تُدْرِكُ الْأُمُوْرَ الْمَعْنَوِيَّةَ كَمَا أَنَّ الْبَصَرَ تُدْرِكُ الْأُمُوْرَ الْمَحْسُوْسَةَ

Artinya: Bashiroh adalah indra di dalam hati yang dapat melihat (menangkap) hal-hal batiniyah (ma’nawi) seperti hal nya mata adalah indra yang dapat melihat sesuatu lahiriyah (indrawi). Tapi apabila tidak menemukan guru juga tidak apa-apa. Karena ada zikir nabawiyah yang bisa dipakai untuk menjadi gantinya. Yaitu zikir yang diajarkan nabi secara umum yang disebut zikir ma'tsurah. Zikir-zikir itu dapat dilihat di kitab al-Adzkar al-Nawawi.

Saya pernah ditanya teman, Kenapa ikut thoriqah?. Jawabannya adalah karena saya tidak kuat apabila tidak ikut thoriqah karena banyaknya pilihan berzikir selain thoriqah. Zikir dalam thoriqah lebih ringan daripada zikir yang tidak thoriqah. Karena jika ikut yang bukan thoriqah maka satu kitab itu disuruh mengamalkan semua.

Contoh orang bertotiqah adalah seperti orang yang hatinya sakit. Butuh dokter dan doktetnya adalah nabi. Tapi Nabi sudah wafat. Maka para mursyid adalah dokter sepesialis. Pilihan kedua adalah datang langsung  ke apotek. Tapi para apoteker akan memberi obat yang banyak satu dus yang diibaratkan wirid nabawiyah atau wirid ma'tsurah dalam satu kitab.

Hal ini berbeda dengan jika kita mengikuti thoriqah. Akan lebih ringan karena ibaratnya kita datang ke dokter spesialis. Kita cukup dituliskan resep sedikit obat. Dan kita amalkan. Selesai. Ditambah obat itu cocok dengan penyakit kita.

Mbah Fattah Hasyim memiliki nasab thoriqah dan memilki nasab tarbjyah. Ibunya adalah Fatimah putri dari Kiai Hasbullah Tambakberas yang merupakan darah pendidik beliau. Sedangkan ayahnya adalah Hasyim dan kakkenya adalah Idris  yang merupakan ahli thoriqah. Makamnya ada di Kapas. Satu ketika Mbah Fattah ingin thoriqah dan matur kepada Mbah Wahab. "Mbah Wahab, saya ingin bertoriqah dan mengembangkan thoriqah di Tambakberas". Mbah Wahab menjawab, "Jangan Fattah thoriqahmu adalah mengajar".

Karena tidak masuk thoriqah maka untuk mengganti wiridan seperti masuk thoriqah, setiap 3 hari sekali beliau khatam Alquran. Bahkan Alquran yang digunakan sampai lapuk dan terdapat catatan beliau ketika mengkhatamkan. 1 tahun sampai bisa menghatamkan 127 khataman. Mbah Yai Lirboyo termasuk Mbah Yai Anwar Mansur ketika membaca sholwat banyaknya dalam satu hari 10.000. Itu baru sholawatnya. Beliau kalau jumatan satu jam sebelum khtbah sudah rawuh dan membaca sholawat 10.000 kali. Belum istigfarnya. Belum wirid lainya.

Oleh karena itu jika ada orang berpikir lebih ringan yang tidak bertoriqah itu adalah logika yang terbalik. Karena sesungguhnya lebih berat yang tidak bertoriqah dalam hal wirid. Ibarat orang yang sakit tidak bertoriqah seperti memilih obat seluruh apotek. Sementara yang bertoriqah bagaikan orang yang datang ke spesialis. Diberi satu resep obat yang sesuai penyakitnya. Ada orang yang tidak bertoriqah tapi mereka mengamalkan kitab yang menjadi sumber dari wiridan Nabi dan tanpa baiat. Para Habib biasanya mengamalkan wirdu lathif dari Imam Al-Hadad. Namnya al-Wirdu lathif. Jika tidak seperti itu maka baca sholawat yang banyak dan baca Alquran yang banyak.

 

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : « مَنِ انْقَطَعَ إِلَى اللهِ كَفَاهُ اللهُ كُلَّ مُؤْنَةٍ وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ، وَمَنِ انْقَطَعَ إِلَى الدُّنْيَا وَكَّلَهُ اللهُ تَعَالَى إِلَيْهَا » (رَوَاهُ الْحَاكِمُ وَابْنُ أَبِيْ حَاتِمٍ وَالطَّبَرَانِيُّ وَالْبَيْهَقِيُّ فِيْ شُعَبِ الْإِيْمَانِ وَالْخَطِيْبُ)

Artinya: Dari ‘Imron bin Hushoin berkata; RosuluLlah bersabda: “Barangsiapa yang menggunakan fikiran, waktu, kesempatan dan tenaga untuk beribadah kepada Allah, akan dicukupi Allah semua kebutuhannya, diberi rezeki dari arah yang tak terduga, dan barang siapa yang menggunakan fikiran, waktu, kesempatan dan tenaga untuk dunia maka ia dipasrahkan kepada dunia dan Allah berlepas tangan atasnya.” (HR. Al Hakim, Ibnu Abi Hatim, at Thobaroni, Al Baihaqi dalam kitab Syu’abil Iman, dan Al Khotib)

Orang yang menggunakan pikiran, waktu, kesempatan dan tenaga untuk beribadah kepada Allah. Bekerja hukumnya wajib tapi jangan sampai semuanya terfokus untuk bekerja yang menyebablan fikiran, waktu, kesempatan dan tenaga tidak untuk beribadah kepada Allah. Oleh karena itu ibadah kepada Allah harus dirancang, dipikir dan disiapkan. Jika mau seperti itu dia akan mendapat rezeki dari arah yang tidak terduga. Sebaliknya jika fikiran, waktu, kesempatan dan tenaganya untuk dunia maka dia dipasrahkan kepada dunia. Karena Allah telah berfirman :

يَا دُنْيَا اخْدُمِيْ مَنْ خَدَمَنِيْ ، وَاسْتَخْدمِيْ مَنْ خَدَمَكِ

Artinya : "Wahai dunia! Berhidmatlah kepada orang yang telah berhidmat kepada-Ku, dan perbudaklah orang yang mengabdi kepadamu".

Oleh karena itu mencari dunia hukumnya  boleh bahkan wajib tapi jangan sampai terlalu serius yang dapat menjadikan kita lupa kepada tugas dari Allah Swt. (*)

 

-Disarikan dari Ngaji Hikam Setiap Malam Selasa oleh KH. Mohammad Idris Djamaludin di Bumi Damai Al-Muhibin Tambakberas Jombang 27 November 2023

2 komentar untuk "Ngaji Hikam Hikmah Ke-5"