Ngaji Hikam Bab Adab Bekerja

Didalam sebuah hadist Nabi Muhammad Saw bersabda :

وعن أبي هريرة – رضي الله عنه – قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” من طلب الدنيا حلالا استعفافا عن المسألة ، وسعيا على أهله ، وتعطفا على جاره ، لقي الله تعالى يوم القيامة ووجهه مثل القمر ليلة البدر . ومن طلب الدنيا حلالا ، مكاثرا ، مفاخرا مرائيا لقي الله تعالى وهو عليه غضبان
 
Artinya: Barang siapa mencari dunia secara halal untuk (1) menjaga diri dari meminta-minta; (2) untuk memenuhi /mencukupi kebutuhan keluarganya; dan (3) untuk bederma kepada tetangganya maka di hari kiamat ia akan bertemu Allah sedang wajahnya bersinar terang laksana bulan purnama. Sedangkan barang siapa mencari (kenikmatan) dunia secara halal untuk ditumpuk-tumpuk dan pamer kepada sesama maka di hari kiamat ia akan bertemu Allah sedang Allah murka kepadanya. Hadist di atas menerangkan tentang bekerja yang halal yaitu bekerja yang telah diatur dalam syariat Islam. Dalam Alquran Allah berfirman:
 
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
 
 Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu". 
 
Dari ayat tersebut para Ahli Fiqih menyimpulkan bahwa ketika jual-beli harus ada Ba'ik (Penjual), Musytari (Pembeli), Ma Ba'i (Barang yang dijual), Tsaman (Harga), dan Shigat Ijab qabul. Sehingga jual belinya sah dan halal. 
 
 
Apabila ada orang bekerja mencari nafkah dengan tujuan : (1) menjaga diri dari meminta-minta; (2) untuk memenuhi / mencukupi kebutuhan keluarganya; dan (3) untuk bederma kepada tetangganya. Mereka akan mendapat balasan dengan wajah yang bersinar seperti pada bulan purnama. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa bekerja yang halal karena Allah merupakan suatu ibadah.
 
Diceritakan oleh sahabat yang bernama Abu Makhariq bahwa satu ketika Nabi sedang bersama para sahabat dalam satu majelis ilmu. Tiba-tiba lewat seorang pemuda baduwi yang masih sangat kuat dengan membawa alat bekerjanya. Pemuda itu tidak berhenti untuk mengaji kepada Nabi sehingga Abu Bakar dan Umar berkata, "Celakalah dia, ketika Nabi ngaji, dia tidak mau mengaji, malah dia berangkat bekerja". 
 
Rasulullah kemudian bersabda, "Biarkanlah anak itu, karena jika ia bekerja untuk mencukupi kedua orang tuanya karena sudah tua, maka kerjanya adalah ibadah fi sabilillah, jika ia bekerja untuk kebutuhan anaknya yang masih kecil itu adalah ibadah fi sabilillah, dan jika dia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak minta-minta itu juga ibadah fi sabilillah".
 
Ibadah tidak hanya sholat dan puasa. Akan tetapi bekerja mencari ridla Allah agar tidak jadi pengemis serta untuk mencukupi keluarga juga merupakan bentuk ibadah. Dalam satu keterangan dijelaskan bahwa Ibadah ada 10 macam. 9 diantaranya merupakan ibadah seperti bekerja dan sebagainya, sedangkan yang 1 macam adalah ibadah seperti sholat, puasa, haji dan sebagainya. Abu Laits As-Samarqandi yang bergelar ‘Al-Faqih’ -semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya-, berkata, “Barang siapa berkehendak agar hasil bekerjanya menjadi baik maka hendaklah menjaga 5 hal, yaitu:
 
1. Tidak mengakhirkan sedikit pun dari beberapa kewajiban yang diperintahkan Allah Ta'ala karena sebab pekerjaannya dan juga tidak berkurang sedikit pun. Ringkasnya waktu sholat melaksanakan sholat. Waktu puasa juga menjalanlan puasa. Dalam Alquran diterangkan :
 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
 
Artinya : Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.
 
Dalam Syarah Tafsir Jalalain yaitu dalam Futuhat Al-Ilahiyah dan Tafsir Khozin dijelaskan bahwa lafadz ذِكْرِ اللَّهِ diartikan sebagai sholat 5 waktu. Oleh karena itu jangan sampai karena bekerja sholatnya meng-qodla. Walaupun memang ada dalil yang apabila ketinggalan shalat kita wajib menqadlanya.
Seperti dalam riwayat bahwa Nabi ketika pergi berperang. 
 
Saat itu ada yang jalan, naik kuda dan naik unta. Ketika itu nabi kemalaman dan tertidur. sebelumnya Nabi memerintah Bilal agar mengkomando pasukan istirahat. Ketika akan tidur Nabi berpesan pada Bilal agar membangunkan Nabi untuk shalat Tapi Bilal juga ketiduran. Sampai nabi kepanasan matahari. Sehingga pada saat itu Nabi mengqadla sholatnya. Tapi Nabi mengqadla shalat ya hanya pada satu kali itu saja. Sebagai dasar syariat mengqadla shalat. Imam Syafii mensyairkan sebuah syiiran :
 
 
ورزقك لا يفوتك بالتواني وليس يزيد في الرزق العناء.
إذا ما كنت ذا قلب قنوع فأنت ومالك الدنيا سواء.
 
Artinya : Rezekmu tidak akan hilang sebab engkau bersikap santai (dalam mencarinya), dan juga tidak akan bertambah sebab engkau bekerja ngoyo (kerja siang-malam). Jika engkau memilki hati yang qonaah (menerima), maka engkau dan orang yang kaya hakikatnya sama.
 
2. Tidak menyakiti orang lain atau hewan dari makhluk-Nya Allah Ta'ala karena sebab pekerjaannya. Jangan sampai karena pekerjaan kita menyakiti orang lain. Bahkan hewan saja tidak boleh. Dulu ada cara untuk memperberat timbangan sapi dengan menambah air di dalam perut dengan memasukan air ke mulut secara paksa. Yang demikian adalah menyakiti hewan dan hasilnya tidak halal. Karena ada unsur gharar atau menipu.
 
3. Hendaknya punya tujuan dengan bekerjanya agar bisa menjaga diri dan keluarganya dari meminta-minta dan dari barang yang haram dan tidak bertujuan memperbanyak harta serta mengumpulkannya.  Dengan bekerja punya penghasilan dan punya uang sehingga tidak sampai melakukan perkara haram. Dan yang penting tidak bertujuan mengumpulkan harta dan menumpuknya. Karena hal itu dapat melalaikan seperti dikatakan dalam surat al-Takasur. Boleh punya harta banyak tapi untuk ibadah. 
 
4. Tidak melelahkan diri dalam usahanya dan dalam pekerjaannya. Jangan sampai bekerja menjadikannya lelah sampai tidak bisa ibadah. 
 
5. Tidak memiliki keyakinan bahwa rezekinya adalah semata-mata hasil dari bekerjanya tetapi memiliki keyakinan bahwa rezekinya adalah semata-mata dari Allah, sedang berusaha hanya sebagai sebab. 
 
Merasa bahwa rezeki adalah dari Allah dan bekerja hanya sekadar sebab. Allah menjadikan semuanya dengan adanya sebab. Jika kita sadar semua dari Allah maka kita tidak mudah kecewa ketika mendapat sedikit. Dan apabila diberikan rezeki yang banyak maka hartanya akan dipergunakan untuk ibadah. Sebagian orang-orang ahli hikmah berkata: Jika pedagang tidak memiliki 3 hal, maka dia akan fakir di dunia dan akhirat semuanya:
 
1. Lisan yang bersih dari 3 hal yaitu: berdusta, berkata yang tidak ada gunanya,
dan bersumpah; Apabila kita berdagang jangan sampai berdusta. Karena hal itu akan mengecewakan pembeli dan menjadikan tidak laris dan rugi di dunia dan di akhirat. Tidak berkata yang tidak ada gunanya. Yang baik adalah membaca zikir dan shalawat. Serta tidak bersumpah palsu. 
 
2. Hati yang bersih dari 3 hal yaitu: menipu, berkhianat, dan iri hati.
 
3. Jiwa yang menjaga 3 hal yaitu: shalat Jum’at, shalat jamaah, dan mencari ilmu dalam sebagian waktunya serta mendahulukan ridhanya Allah di atas lainnya. Ketika bekerja ingat waktu yaitu waktu shalat jamaah dan shalat Jumat serta tetap ngaji mencari ilmu. Jangan sampai bekerja menjadikan tidak jamaah. Tidak shalat Jumat dan tidak mengaji. Karena hakikat ngaji adalah menambah ilmu agar ibadah kita sah dan diterima. Apabila sampai ibadah tidak benar maka kita bedosa. 
 
وكل من بغير علم يعمل۞أعماله مردودة لا تقبل
 
Artinya : “Orang yang beramal tanpa ilmu, maka amal-amalnya tertolak, tidak akan diterima”
 
Yai Marzuki Mustamar pernah menerangkan Orang yang tidak mau mengaji sangat berbahaya. Karena seumpama dia shalat ada yang namanya rukun qauli yaitu fatihah. Yang apabila dia di dalam fatihahnya salah maka shalatnya tidak sah. Contoh dalam fatihah ketika membaca "Bismilahirrahmanirahim". tapi dibaca, "Semilahirrahmanirahim". Karena tidak pernah ngaji hal itu dianggap benar. Dikatakan dalam kitab Kasyifatu Saja syarah dari kitab Safinatu Naja bahwa Imam Nawawi menerangkan jumlah huruf dalam Fatihah. Karena apabila ada huruf yang dibuang maka tidak sah sholatnya. Inilah yang dimaksud syair bahwa Orang yang beramal tanpa ilmu, maka amal-amalnya tertolak, tidak akan diterima.
Yang fatal lagi adalah ketika membaca : 
 
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
 
Ada tasdid pada lafadz إِيَّاكَ sehingga artinya, "Hanya kepada-Mu Ya Allah kami menyembah, dan hanya kepada Mu kami meminta pertolongan". 
 
Ayat tersebut menggunakan kaidah tahsis yang bermakna "hanya". Serta Maful bih-nya didahulukan daripada Fail dan Fiil-nya. Tapi kemudian ada yang membaca tanpa tasdid maka maknanya menjadi : "Kepada sinar matahari kita menyembah kepada sinar matahari kita meminta pertolongan". Hanya karena tidak membaca tasdid dapat menjadikan shalatnya tidak sah. Oleh karena itu membaca Alquran harus berguru. Seperti Nabi dengan Malaikat Jibril yang langsung membaca dihadapan Malaikat Jibril. Nabi saja mengaji kepada Malaikat Jibril. Apalagi kita umatnya?.
 
Dulu saya pernah mendengar Kiai Imron Hamzah Sepanjang Sidoarjo Pengajian ketika acara Haflah Tambakberas zamannya Kiai Nadjib. Saat itu beliau berkata, "Santri-santri harus ngaji Alquran, sebab apabila tidak ngaji Alquran akan sangat berbahaya. Karena Alquran apabila tidak dingajikan, salah sedikit maka maknanya akan berbeda jauh". Lebih lanjut beliau mencontohkan, "Bahasa Jawa saja apabila tidak cocok titik komanya maka akan beda maknanya seperti kata yang seharusnya : "Hansip, Ijo suwale, dowo brengose, godak maling". Tapi bisa salah karena salah menaruh koma dan akan beda maknanya menjadi: "Hansip Ijo, sruwale dowo, brengose godak maling". Contoh lain dalam lafadz : 
 
والى الإبل كيف خلقت
 
Kalau ada titiknya maka pakai خ artinya unta yang diciptakan. Tapi apabila tidak pakai خ yaitu pakai ح maka jadinya :
 
والى الإبل كيف حلقت
 
Yang artinya unta yang dicukur. Juga ketika salam pertama saat sholat harus ada ال-nya tapi kalau tidak pakai ال akan berubah. Abah Djamal juga pernah mengingatkan bahwa jika masih muda dan kuat nafasnya saat membaca membaca ayat : 
 
صراطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
 
Karena ayat tersebut dalam satu ayat. Dan Fatihah disebut sebagai As-Sab'u Masani (tujuh ayat yang diulang-ulang). Madzhab Syafii mengharuskan Basmalah sebagai bagian dari ayat Fatihah. Jika dihitung Basmalah sampai ayat tersebut maka jumlahnya tepat 7 ayat. Jika ayat tersebut diputus ditengah maka hukumnya makruh untuk makmum. Dan jangan meniru Makah dan Madinah karena mereka tudak madzhab Syafii. Mereka tidak memasukan Bismilah sebagai ayat dalam Alquran. Sehingga ayat di atas dibagi menjadi dua pada lafadz : أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ padahal di awal pakai bismilaah. Sehingga dicampur-campur.
 
Itu semua tidak sampai menjadikan batalnya sholat tapi menjadikan makruhnya makmum. Oleh karena itu penting sekali kita walaupun sudah sibuk bekerja kita tetap harus ngaji. Jangan sampai kerja kepayahan menjadikan kita tidak mengaji. (*)
 
 
- Disarikan dari Ngaji Hikam Setiap Malam Selasa Oleh KH. Moh. Yahya Husnan di Bumi Damai Al-Muhibin.

Posting Komentar untuk "Ngaji Hikam Bab Adab Bekerja "