Ngaji Hikam Bab Mahabah (4)

Diceritakan ada seorang laki-laki menyatakan rasa cintanya kepada Nabi, "Ya RasulaAllah, sungguh aku mencintai Engkau". Kemudian Nabi menjawab cinta orang tersebut dengan berkata, "Bersiap-siaplah jadi orang fakir". Orang tersebut kemudian menyatakan cintanya kepada Allah dihadapan Nabi. Rasulullah kemudian berkata, "Bersiap-siaplah atas ujian Allah". 

يُروي أنٌ رجلاً قال : "يا رسول الله إنِّي أحبُّك". فقال : "إستعدَّ للفقر". فقال: "إنِّي أُحبّ الله". فقال:" استعدّ للبلاء". (أُخرجه الترمذيّ من حديث عبد الله بن مغفّل). [هذه المحبّة تثمر الرّضا بحكمِ اللهِ

Orang kalau cinta kepada Nabi, berarti cinta dengan apa yang dicintai nabi. Mengaku cinta kepada nabi, tapi tidak cinta dengan apa yang dicintai nabi, itu cintanya berarti palsu. Orang kalau cinta dengan seseorang harus cinta dengan apa yang dicintai orang itu. Ada seorang murid punya guru. Gurunya seorang Kiai. Murid mengaku mencintai gurunya. Pengakuan ini tidak shohih dan tidak benar kalau belum mencintai apa yang dicintai gurunya. Jadi kalau mengaku cinta dengan guru harus cinta dengan putra-putranya guru, dengan cucu-cucunya guru, dengan apa yang dicintai gurunya, maka itu dinamakan benar-benar cinta kepada guru. Banyak orang mengaku cinta kepada gurunya tapi tidak suka dengan anak-cucunya guru. Itu berarti belum mencintai guru yang sesungguhnya. Jadi harus benar-benar mencintai apa yang dicintai gurunya. Lebih-lebih orang thariqah.

Dalam riwayat di atas ada seorang yang mengaku mencintai Rasulullah dengan berkata, "Ya Rasulallah aku mencintai Engkau". Nabi kemudian menjawab jika kamu mencintai aku siap-siaplah jadi fakir karena nabi suka dengan orang fakir. Nabi tidak suka kekayaan. Padahal kalau nabi mau bisa saja Gunung Uhud menjadi emas, maka jadilah emas. Gunung Semeru jadi berlian jadilah Berlian. Semua itu sudah dipasrahkan Allah kepada Nabi. Bumi dan langit seisinya, Tapi nabi tidak mau.

Ketika Nabi diberi hadiah oleh Habib bin Malik, berupa berlian, mutiara, uang emas, sampai diangkut 5 unta. Oleh Nabi di bawa naik ke Jabal Abi Huabis. Barang yang berupa berlian mutiara dan uang emas-perak, dikatakan kepada barang-barang itu, "Jadilah pasir!". Hal yang demikian apakah kita bisa meniru?. Kalau mengaku cinta kepada nabi harusnya seperti itu. Cintanya sejati. Cinta kita kepada Nabi baru sebatas tindakan Nabi saja. Belum betul-betul mencintai nabi.

قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله

Artinya, “Katakanlah jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku (Muhammad)”.

Jika kita mencintai Nabi Muhmmad maka Kita harus mengikuti syariatnya. Nabi sholat jumat maka kita juga jumatan. Nabi jaamaah Kita jamaah. Nabi suka fuqara-masakin kita juga suka Fuqara-Masakin. Nabi sayang anak yatim kita ikut sayang dengan anak Yatim. Kita baru sampai mengikuti syariat dan belum benar-benar mencintai dengan sesungguhnya.

Kalau cinta sesungguhnya kepada Nabi, berarti mengikuti sampai pada sifat-sifat Nabi. Nabi kalau doa, "Ya Allah, Jadikan aku hidup miskin, jadikan jika aku mati, mati miskin, dan kumpulkanlah aku dengan orang-orang miskin".  Maka ketika ada orang yang mengaku cinta kepada Nabi, kemudain Nabi berkata "Siap-siaplah jadi orang miskin". Kemudian orang laki-laki itu berkata, "Aku mencintai Allah". Lalu Nabi dawuh "Kalau mencintai Allah, siap-siaplah untuk diuji Allah". Karena Allah jika mencintai seseorang maka akan diuji olehNya.

اذا أحب الله عبدا ابتلاه فإن صبر إجتباه ، وإن رضى إصطفاه

Allah kalau mencintai hambanya pasti diuji. Ibaratnya kalau orang suka dengan emas akan dibakar dan dilelehkan. Apakah ini emas murni atau campuran. Makanya orang yang paling berat ujiannya adalah Rasul, Nabi dan Wali. Karena mereka adalah orang yang paling dekat dengan Allah.

Syekh Junaid Al-Bagdadi (W. 297 H) yang dirawat oleh pamannya yang bernama Syekh Siri al Sibti (W. 251 H) yang merupakan adik dari ibunya dan kemudian menjadi guru Syekh Junaid. Pada malam hari Syekh Junaid dan Syekh Siri shalat malam. Setelah itu tidur. Kemudian syekh Siri bangun lebih dulu dan membangunkan Syekh Junaid. Lalu Syekh Siri bercerita kepada Syekh Junaid. “Junaid Aku baru saja bermimpi ketemu Allah. Dalam mimpiku Allah dawuh, ‘Siri, Aku membuat makhluk, semua makhlukku mengaku mencintai Aku. Lalu aku membuat dunia, ketika aku membuat dunia, makhluku lari dariku 90% dan mereka mencintai dunia. Tinggal hanya 10%. lalu Aku membuat surga, ketika aku membuat surga mereka lari lagi 90 % dari sisa, tinggal 10% dari sisa. Lalu aku membuat neraka, ketika aku membuat neraka, lari lagi 90% dari sisa, dan tinggal 10%. Lalu aku membuat "cobaan" ketika aku membuat cobaan lari lagi 90 % tinggal 10 %. Tinggal 10 % dari sisa.

Untuk lebih mudah memahami, coba buat hitungan contoh 100.000 orang. 100.000 orang semua mengakui mencintai aku. Ketika semua arwah wujud. Allah bertanya:

ألست بربكم قالوا بلى شهدنا

Semua mengaku mencintai Aku (Allah). Kemudian aku ciptakan dunia. Ketika Allah membuat dunia dan  mereka tahu dunia, mereka lari 90% dari 100.000, tinggal 10.000. Ketika Allah membuat surga lari lagi 90% nya yaitu 9.000, tinggal 1.000. Setelah Allah membuat neraka, mereka lari 900 tinggal 100. Akhirnya Allah membuat ujian atau balak. Ternyata lari lagi 90% dari 100 yaitu 90 orang. Tinggal 10 orang. Kemudian 10 orang itu tanyai oleh Allah, "Kamu tidak suka dunia?, Tidak suka surga?, Tidak cinta selamat dari neraka?, Tidak suka selamat dari cobaanku?”. Mereka menjawab, "Mboten". Lalu Allah bertanya lagi, "Lalu Kalian ingin apa?”. Mereka menjawab, "Panjenengan lebih mengerti". Lalu Allah berkata, "Kamu mau aku berikan cobaan, yang jumlah cobaannya sejumlah nafasmu?". Kemudian mereka menjawab "Kalau Panjenengan menghendaki, Silakan Gusti". Inilah hamba-hamba Allah yang sebenarnya.

Sekarang coba kita "Gerayahi" sendiri-sendiri. Kita ibadah itu buat apa?. Masih ingin surga dan masih ingin selamat dari neraka. Ini berarti kita belum mencintai Allah. Jadi seseorang kalau cinta Allah akan dicoba, dan kalau cinta Nabi siap-siap jadi orang fakir. Padahal kita shadaqah 20% dari harta kekayaan saja tidak berani. Rata-rata shaqah 10 %, dibawahnya 5 %, 1%. Contoh kalau kita nyemplungi kotak amal itu berapa?. "Ngesaki" berapa?. Yang dimasukkan kotak amal berapa?. Hanya Rp. 2000 yang "lungset" itu, padahal di saku ada uang Rp.1jt. Maka kalau mengaku cinta Allah, siap-siaplah untuk diuji. Ujiannya pun berat. Kadang diuji sakit, diuji melarat, dan diuji kesulitan.

Ujian kaya itu juga berat. Kaya itu berat sekali. Orang kaya kalau kuat diuji oleh Allah pasti dermawan. Tidak digunakan sendiri. Bupati Tuban, Pak Huda itu Ikrar di hadapan saya, "Yai bondo kulo yang saya buat untuk keluarga 10%, yang 90% nya saya gunakan untuk umum". Makannya rumah sakit, pondok dibangun sendiri. Jarang yang bisa seperti itu. InsyaAllah kalau bisa seperti ini nggak akan dikasih rompi yang ada tulisannya tahanan. Ini namanya Mahabah yang menimbulkan rasa ridla kepada Allah.

Keterangan Tentang Ridla

Definisi Sabar itu sanggup menelan barang pahit tanpa cemberut. Kuat menerima yang pedih dan tidak enak, serta hatinya tidak "ngersulo", maka itu dinamakan sabar. Kalau ridla, ditambah satu lagi yaitu merasa nikmat dengan ujian itu. Karena merasa nikmat dengan ujian itu, dia lebih suka kalau cobaan itu tidak dijabut oleh Allah.

Imran bin Khusoyin sahabat yang dekat sekali dengan nabi. Suatu saat diuji Allah sakit diare (jawa: mencret), sampai tidak kuat berdiri dan duduk. Karena tidak kuat berdiri dan duduk, maka dibawah "amben"-nya dilubangi. Jadi kalau berak di situ. Bersuci juga di situ. Diare kok sampai seperti itu. Itu karena diare nya 30 Tahun. Kita kalau menceret hanya 3 hari sudah "lemes".

Ketika adiknya sambang menangis melihat sang kakak. Ditanya, “Dek kenapa menagis?”. Dijawab, “Tidak tega lihat Sampean”. Imran bin Khusoyin berkata, "Jangan nangis ya Dek, aku sendiri meminta kepada Allah, sakitku seperti ini jangan dihilangkan dan jangan di kurangi, akan aku beritahu Engkau satu kabar tapi jangan katakan kepada siapa-siapa selagi aku masih hidup!, Karena Aku dicoba seperti ini, setiap hari aku disambangi oleh malaikat". Pada akhirnya Imran bin Khusoyin wafat. Setelah wafat baru cerita tersebut diceritakan oleh adiknya. Ini namanya orang ridla ketika diuji. Orang ridla kalau dicoba merasa nikmat.

Pengertian ridla menurut para sufi kebanyakan berupa ungkapan yang berbeda-beda tapi memiliki maksud yang sama. Syekh Junaid al-Bagdadi (W.297 H) mengatakan, "Ridla adalah tidak memilih untuk dirinya sendiri". Kalau kita masih memilih sesuatu untuk kita dengan doa, "Ya Allah saya milih waras, Ya Allah saya sugih kaya, Ya Allah saya milih pinter". Itu namanya memilih. Kalau orang ridla tidak memilih. Tergantung pada "kersane" Allah. Patuh dan tunduk dengan kehendak Allah.

Al Kharis al Muhasiby (W. 243 H) hidup pada abad ke III, beliau memberi pengertian ridla adalah ketenangan hati di bawah keputusan Allah. Hampir sama dengan definisi dari Syekh Junaid yang mengatakan patuh dan tunduk sedangkan Haris berkata, "Ketenangan hati di bawah keptusan Allah". Dzinun al Misri (W. 245 H) mengartikan ridla adalah gembiranya hati dengan berjalannya kepastian Allah. Hanya bahasanya yang berbeda, maksudnya sama. Ruwaim bin Ahmad (W.303 H) mengatakan ridla adalah menyikapi keputusan-keputus Allah dengan senang hati. Keterangan tersebut juga sama juga.

Pengembangan Penjelasan

Ada seorang Fuqaha juga Sufi, namanya Sufyan al Tsauri (W.161H) guru dari Imam Malik bin Anas. Imam Malik juga punya guru yang bernama Nafi’, Nafi’ punya guru namanya Abdullah bin Umar, Abdullah bin Umar gurunya adalah Rasulullah. Imam Malik malik berguru Fiqh kepada Nafi’ dan berguru thariqah kepada Sufyan al-Tsauri. Sufyan al-Tsauri pernah bertemu dengan Rabiah Adawiyah (W. 135 H), yang terkenal sebagai perempuan yang Ahli Makrifat murid dari Hasan al-Basri (W.110 H). Robiah Adawiyah itu derajatnya sudah sampai bab ridla dan diridlai Allah. Jadi sudah bisa memadukan antara ridla dengan Allah dan diridlai oleh Allah.

Suatu saat Sufyan al Tsauri berdoa disamping Robiah al-Adawiyah, doanya, "Ya Allah rodlai lah aku". Kemudian Robiah Adawiyah terdengar dan menegur Sufyan Al-Tsauri, "Sufyan, apa kamu tidak malu?, Kamu minta diridlai Allah, tapi kamu sendiri tidak ridla kepada Allah?”.

Kita sering membaca atau mendengar sebutan Abu Bakar, Umar bin Khatab, dan Syekh Abdul Qadir al-Jilani dengan dimintakan ridla yaitu RadliyaAllhu anhu. Kita berdoa minta kepada Allah untuk diridlai, karena mereka sudah ridla kepada Allah. Ridla kepada Allah itu bagaimana yaitu diberi melarat ridla, diberi sakit ridla, dan dibleki cobaan tetap ridla. Suatu saat, Robiah Adawiyah bertemu dengan seorang yang bernama Sayban Al Jamal al-Rakhi. (Basayban, Sayid Sulaiman itu namanya Sulaiman Basayban, Sidoresmo namanya Ali Asghar Basayban, Ali Akbar Basayban, itu karena keturunan Syaiban). Sayban Al-Jamal adalah serorang pegembala kambing.

Sayid Sulaiman punya ayah namanya Sayid Abdurohman Basayiban Hadralmaut bin Umar Basayban, bin Ahmad Basayban, bin Muhammad Basayban, bin Abu Bakar Basayban, bin Muhammad Sa'dullah, bin Hasan, bin Ali, Bin Muhammda al Faqih, bin Ali al Muqadam, bin Muhammad, bin Ali Khalq Qasam, bin Ali Alwi, bin Muhammad, bin Ubaidillah, bin Ahmad al Muhajir, bin Isa al Rumi, bin Mubammad an Naqin, bin Alwi al Quraidi, bin Muhammad al Baqir bin Ali Zainal Abdidin, bin Khusain bin Fatimah binti Rasulillah SAW. Jadi Sayid Sulaiman kalau lewat ayahnya dari Nabi turun 27. Kalau dari ibunya dari Sunan Ampel turun 26. Itu namanya Sulaiman Basayban.

Dalam riwayat tersebut disebutkan seorang bernama Sayban al-Jamal. Beliau setiap tahun haji. Pada suatu saat Robiah Adawiyah berjalan bertemu dengan Sayban. Kemudian Rabiah matur kepada Sayban "Aku ingin haji". Kemudian Syaiban menerogoh saku mengambil uang dinar, dan diberikan ke Robiah Adawiyah. Kemudian tangannya Robiah Adawiyah diangkat ke atas, lalu tangannya penuh dengan uang emas. Dan berkata, "Aku tidak butuh itu, Kamu mengambil uang masih dari saku. Tapi aku mengambil uang tinggal menadahkan tangan, mengambil dari alam ghaib, Aku g butuh itu". Akhirnya keduanya berangkat haji bersama-sama tawakal kepada Allah tidak membawa bekal.

Robiah Adawiyah pernah menanam gandum. Orang sepertiRobi’ah hanya dengan menengadahkan tangan uang sudah datang, tapi masih bekerja. Dia lebih suka yang di makan adalah dari keringat sendiri. Banyak yang bisa seperti itu, ada Sahal bin Abdillah As tustari, (Lahir 200- Wafat 283) itu kalau menunjuk ketikil jadi intan, batu bata ditumpuk ditunjuk jadi emas. Tapi tidak suka, yang dimakan hasil keringat sendiri. Ini bisa diambil teladan. Walaupun bisa dengan cara hanya menengadah uang datang. Tapi masih suka makan dari keringat sendiri. Begitu juga Ibrahim bin Adham.

Tanaman gandum Robiah Adawiyah, ketika akan panenz banyak penyakit datang yang berasal dari belalang. Kemudian Robiah Adawiyah matur kepada Allah, "Ya Rabbi, gandum itu sebagai persiapan makan saya, rizki saya. Tapi juga terserah Panjenengan, apakah gandum ini Jenengan berikan kepada musuh Jenengan, apa kepada kekasih Jenengan, monggo". Ini namanya ridla dengan keputusan Allah. Begitu berdoa, belalang hilang seketika.

Robiah Adawiyah haji ketika haji naik unta, padahal apabila Robiah Adawiyah haji dengan cara melipat bumi itu bisa. Seperti gurunya Hasan Al Basri, rumahnya Basrah tapi setiap waktu pasti jamaah di makah. Itu namanya Thayul Ardi atau melipat bumi. Sama dengan Sayban al-Jamal tadi. Tapi mereka lebih suka berjalan, karena banyak pahalanya. Seharusnya jamaah ini juga seperti itu. Jamaah yang dekat dengan yang jauh pahalanya banyak yang dari jauh.

Di Jawa ada Mbah Ishamuddin Al Asyari Tuban dan Pakubuwono IV Ratu Solo. Pakubuwono IV Ratu Solo, dipasrahi untuk menyalakan damarnya Makkah. Jadi sebelum jamaah magrib, satu langkah sampai makah. Setelah Jamaah magrib pulang ke Solo lagi. Nanti sebelum Shubuh satu langkah sampai Makah untuk mematikan damar. Mbah Ishamudidin Asyari itu kalau dhuhur, nanti Asar sudah datang.

Tapi Robiah Adawiyah tetap naik unta. Kemudian selesai haji pulang karena rumahnya berada di Basrah. Di perjalanan untanya mati. Kemudian dia berdoa kepada Allah agar untanya dihidupkan. Setelah berdoa, untanya hidup lagi. Setelah hidup mengantarkan Robiah sampai di depan pintu. Setelah sampai di depan pintu rumah untanya mati lagi. Jadi diberi kesempatan hidup untuk mengantarkan Robiah Adawiyah.

Suatu saat Robiah Adawiyah tidur. Ketika tidur ada maling masuk rumahnya. Pakaiannya Robiah dikumpulkan dan dibungkus, mau dibawa. Ketika akan pergi pintunya tidak kelihatan. Bingung, Akhirnya ada hatif (suara tanpa rupa), "Pakaianya letakkan, setelah itu kamu bisa mengetahui pintunya". Setelah mengetahui letak pintunya, pakaiannya Robiah diambil lagi dan akan dibawa. Tapi pintunya hilang lagi. Hal itu terjadi berkali-kali. Lalu Hatif-nya berkata "Kalau Robiah itu tidur, tapi kekasihnya tidak tidur, kekasihnya Robiah tidak mengantuk dan tidak tidur". Itu adalah Hatifnya Robiah yaitu Allah. Itu berarti Allah mahabah kepada Robiah dan Robiah mahabah kepada Allah. Mahabah yang sempurna adalah jika Hamba mencintai Allah dan Allah mencintai hamba.

Sufyan As Tsauri pernah haji. Di Makah bertemu dengan anak muda. Anak muda itu ketika di Arafah hanya baca shalawat. Ketika Tawaf di Masjidil Haram, juga hanya baca shalawat, tidak baca doa Tawaf. Ketika Sa'i di Sofa dab Marwa juga hanya membaca shalawat. Kemudian ditanya oleh Sufyan, "Wahai anak muda, tiap-tiap tempat ada doa tersendiri, semestinya di Arafah ada doa tersendiri, waktu Tawaf, dan Sa'i ada doanya tersendiri. Kamu kok nggak baca doa dan hanya membaca salawat, apa kamu punya cerita?". Pemuda itu balik bertanya "Kamu siapa?". Sufyan menjawab "Aku, Sufyan as-Tsauri". Pemuda kemudian mereuskan, "Owh, Sufyan al-Tsauri al Bagdadi al Iraqi?". Sufyan menjawab "Iya!".

Anak itu kemudian berkata "Kalau tidak kamu yang bertanya, aku tidak akan bercerita, karena ini rahasia". Sufyan bertanya "Apa rahasianya?". Pemuda bercerita "Saya haji dengan Bapak berangkat lewat Khurosan, kemudian lewat Kuffah, sampai Kuffah bapak sakit dan meninggal, ketika meninggal hanya saya tutupi sarung, akhirnya saya susah sekali, saya buka wajah bapak jadi menghitam, dan wajahnya Bapak menjadi wajah khimar. Kemudian saya menangis, Bagaimana aku memberitahu kepada teman kalau kondisi bapak seperti ini?. Kemudian saya hanya menangis dan tertidur. Di dalam tidur aku bertemu dengan orang tampan, menggunakan pakaian yang bersih, dan aromanya wangi, kemudian orang itu membuka wajah bapak, mengusap wajah bapak sehingga wajah bapak bercahaya seperti rembulan dan jadi wajah manusia. Lalu saya gandoli bajunya dan saya tanya, Kamu siapa?. Aku adalah Nabimu, Muhammad al-Mustofa".

Loh Panjenengan kok memperhatikan Bapak?. Nabi menjawab, "Iya Malaikat yang aku percayai untuk menjaga amal, bercerita kepadaku bahwa bapakmu Mati dalam keadaan seeprti ini, Bapakmu itu ahli dosa, orang yang ahli dosa kalau mati wajahnya diganti wajah khimar, mungkin di akhirat mungkin di dunia, bapakmu ini diganti wajah khimar ketika di dunia.

Anak muda kemudian bertanya, Kok Jenengan tolong Bapak kenapa?. Nabi menjawab "Iya, karena Bapakmu setiap akan tidur membaca shalwat kepadaku 100X". Shawawnya ditiru dosanya jangan. Kemudian pemuda itu bertanya, "jenengan wasiat apa kepada saya?. Nabi menjawab "sekarang kamu kalau haji, setiap langkah perbanyaklah membaca shalawat kepadaku".

Ketika Sufyan mau haji bertemu dengan Sayban al-Ro'yi, yang mengembala kambing dan dipandang sebagai orang hina dan kurang penghormatan. Kemudiaan oleh masyarakat Sayban ditangkap dan dibuang ditengah-tengah singa. Agar Sayban dimakan oleh singa. Ternyata singa malah mengendus-endus, dan punggungnya diusap oleh Sayban Al-Djamal. Singanya tunduk kepada Sayban.

Ketika Syaiban dan Sufyan berjalan ada singa besar datang. Sufyan takut dan bingung tapi Sayban tenang dan menjinakkan singanya. Kemudian Syaiban bilang "apabila aku tidak takut terkenal, Singa itu aku beri surban aku naik di atasnya satu kedipan sudah sampai Makah".

Suatu ketika Imam Syafii dengan Muridnya Imam Ahmad bin Hambal bertemu Syaiban yang sedang mengembala. Imam Hambali, matur ke Imam Syafi'i, saya mau tanya masalah ke Sayiban?. Imam Syafii dawuh ke Imam Hambali, "Sayban itu jangan kamu ganggu". Imam Hambali menjawab "Tidak, aku hanya ingin bertanya suatu masalah dan bagaimana caranya menjawab masalah".

Imam Ahmad Ibnu Hambal bertanya, "ada orang shalat 4 rakaat, lupa sujudnya hanya 4 kali padahal mestinya 8 rakaat, Itu supaya shalatnya sah bagaimana?. Syaiban berkata "saya menjawab mengikuti aliran Jenengan apa aliran saya?. Kalau aliran saya taswauf tapi kalau aliran Jenengan Fikih. Kemudian Imam Hambali dawuh "jaawablah dua-duanya". Sayban menjawab "Kalau fikih, shalatnya ditambah dua rakaat dengan sujud syahwi, tapi kalau madzhab saya di perbaiki hatinya, Shalat kok lupa rokaatnya, berarti lupa Allah, kalau lupa Allah pasti keliru. Itu kalau madzhab saya diperbaiki lagi hatinya.

Imam Hambali kemudian bertanya satu lagi "ada orang punya kambing 40, kalau setahun zakatnya berapa?. Sayban tanya "Madzhab saya apa madzhabmu?. Kalau madzab Jenengan dizakati mendo satu". Kalau madzahab saya, saya ini adalah hamba, hamba tidak punya apa-apa karena yang punya adalah majikan. Kalau majikan perintah 5 ya diberikan 5, kalau perintah 10 ya 10 diberikan, kalau semua ya saya berikan semua". Mendengar ini Imam Hambali, hambali jatuh pingsan. Kemudian Imam Syafii dawuh, "sudah saya kasih tahu kamu jangan macam-macam dengan orang itu. Syaiban itu Ummi, ilmunya dari Allah. Tidak bisa menulis dan tidam bisa membaca. Jadi, Mahabah ada yang menimbulkan rasa syauq (rindu), ada Mahabah yang menimbulkan rasa Unsu (tenang) karena sudah ketemu dan ada Mahabah yang menimbulkan rasa ridla (rela) dengan segala keptusan Allah. (*)

 

-Disarikan dari Ngaji Hikam Setiap Malam Selasa oleh KH. Mochammad Djamaluddin Ahmad di Bumi Damai Al-Muhibin tanggal 9 April 2018

 

Posting Komentar untuk "Ngaji Hikam Bab Mahabah (4)"