Ngaji Hikam Bab Mahabah (3)
Mahabah adalah persaan yang dapat menimbulkan rasa "unsu" atau tenang kepada Allah. Mahabah adalah tahapan apabila seorang mukmin sudah makrifat dan cinta kepada Allah. Sehingga ada pepatah tak kenal, maka tak sayang Harom Ibnu Khayan RA berkata:
قال هرَم بن حيّان :
"المؤمن إذا عرف ربه أحبّه، وإذا أحبه أقبل إليه، وإذا وجد حلاوة الإقبال إليه
لم ينظر الى الد نيا بعين الشهوة ولم ينظر إلى الآخرة بعين الفترة" هذه المحبّة
تثمر الأنس
Harom Ibnu Khayan RA berkata,
"Orang mukmin apabila sudah makrifat kepada Allah Swt, maka ia akan mencintai Allah Swt. Dan apabila mereka telah mencintai Allah, maka
mereka menghadap kepada Allah. Dan apabila mereka telah menemukan manisnya
menghadap kepada Allah, maka mereka tidak melihat dunia dengan penglihatan
syahwat (ingin) dan tidak melihat akhirat dengan penglihatan yang teledor".
Mengenali Allah secara
keseluruhan adalah mengenali bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan kita,
yang mewujudkan kita, yang memberikan segala sesuatu untuk kita. Dimana Allah
tidak berhenti mencurahkan rahmatnya untuk kita. Segala sesuatu yang diberikan
adalah semata bentuk kasing sayang Alllah kepada kita. Akhirnya timbul rasa
cinta kepada Allah. Kalau sudah cinta kemudian menghadap kepada Allah. Artinya
menghadap adalah patuh. Diperintah shalat patuh, diperintah jamaah patuh,
diperintah mengaji juga patuh. Semua dilakukan dengan ikhlas karena Allah. Itu
namanya menghadap kepada Allah.
Kalau sudah merasakan rasa
manisnya menghadap Allah, maka apabila dia melihat dunia sudah tidak punya rasa
ingin. Keinginannya hanya melihat Allah, dan melihat Allah. Serta memandang
akhirat tidak putus-putus. Karena di sana nanti akan bertemu Allah.
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ، إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Artinya : “Wajahnya orang mukmin
pada hari itu (hari di akhirat) bersinar, kepada tuhan mereka memandang". Oleh
karena itu mereka (orang mukmin) memandang akhirat tidak putus-putus. Tiap
detik, tiap jam. Terus mengingat akhirat. Karena di sana akan melihat Allah.
Kalau di dunia bisa melihat Allah
hanya dengan mata hati. Besok di akhirat akan melihat Allah dengan mata kepala.
Maka mereka apabila melihat dunia tidak punya rasa ingin, melihat jabatan,
harta semua tidak ingin. Ini namanya Mahabah kepada Allah. Orang kalau sudah
mahabah kepada Allah, diberi sesuatu yang lain tidak ingin. Mahabah yang
seperti ini menimbulkan rasa "unsu", ayem, tenang kepada Allah.
Ada contoh orang yang merasa Unsu. Seperti bocah balita yang berkeliaran di jalan raya Mojokerto. Dengan menagis terisak ia berkata "ibu-ibu, ibu, ibu". Ditanyai oleh polisi, "Nak rumahmu dimana?". Dijawab "Jombang". Polisi bertanya lagi, "Kok bisa sampai di Mojokerto". Dijawab "Katutan mobil". Kemudian polisi bilang, "Ya sudah ayo ikut aku, tak kasih makan". Bocah Balita bilang, "Nggak mau, nggak mau, nggak mau, Ibu, Ibu, Ibu". Polisi berkata lagi "tak kasih uang". Balita menjawab "nggak mau, nggak mau, Ibu, Ibu, Ibu". Polisi bilang lagi "tak kasih mainan". Balita menjawab lagi "nggak mau, nggak mau, nggak mau, Ibu, ibu, Ibu".
Itu namanya cinta karena syauq
atau rindu Ibu. Jadi ketika anak itu rindu kepada Ibunya, diberi makan tidak
mau, diberi uang tidak mau, dan diberi mainan juga tidak mau. Dia yang
diinginkan adalah bertemu Ibunya. Itu namanya syauq. Orang kalau syauq (rindu)
lisannya akan menyebut nama orang yang dirindukan terus menerus. Begitu juga
syauq kepada Allah. Diberi tawaran bidadari tidak mau. Ditawari surga tidak
mau. Yang diinginkan adalah bertemu dengan Allah. Dan tidak henti-henti
menyebut nama Allah. Ini namanya syauq yang timbul dari mahabah atau rasa cinta.
Kemudian anak kecil tadi
diantarkan oleh polisi ke rumahnya yang ada di Tambakrejo Jombang untuk bertemu
Ibunya yang bernama Fatimah. Sampai ketika bertemu Ibunya kemudian anak kecil
itu lari dan memeluk ibunya sehingga timbulah rasa tenang atau unsu.
Jadi Kalau belum bertemu biasanya
rindu atau syauq. Tadi sebelum bertemu Ibunya anak itu ridu ibunya. Maka ketika
diberi mainan tidak mau, dikasih makan tidak mau. Orang itu kalau rindu akan
terus menyebut namanya. Begutu juga kalau rindu dengan Allah. Akan menyebut
nama Allah. Seorang salik itu kalau belum ketemu Allah akan timbul syauq kepada
Allah. Tapi kalau sudah berketemu Allah akan timbul rasa ayem (unsu) kepada
Allah. Orang kalau sudah ketemu Allah diistilahkan Nabi seperti ketika ditanya
Malaikat Jibril. "Ma al-Ikhsan?". Apa itu Ikhsan?. Kemudian Nabi
menjawab,
أن تعبد الله كأنك تراه فإن
لم تكن تراه فإنه يراك
Ikhsan (Islam, Iman Ikhsan =
Syariat, Thoriqat, Hakikat). Ikhsan itu tingkatannya sudah hakikat. Ikhsan ada
dua tingkatan yaitu tingkatan Musyahadah dan Tingkatan Muraqabah. Musyahadah
yaitu ketika kamu menyembah Allah, seolah-olah kamu memandang Allah. Sebetulnya
kita sudah melihat Allah ketika menyembahNya. Tapi melihat Allah itu tidak
dengan mata kepala melainkan dengan mata hati (bashirah) dan jika kamu tidak
bisa seperti itu (melihat Allah), maka mengertilah bahwa Allah selalu memandang
kamu. Sedangkan tingkatan Muraqabah yaitu kapanpun dimanapun selalu merasa
dirinya dilihat oleh Allah. Itulah tingkatan Ikhsan yaitu Muraqabah, dan
Musyahadah.
Orang Sufi memilki beberapa
aliran pengertian tentang unsu. Syekh Junaid (W.297 H) tergolong ulama salafus
shaleh yang nama aslinya Abu Qasim al-Junaidi al-Bagdadi, memiliki gelar Sayidu
Thoifati Shufiyah yaitu Pemimpin Kelompok Ahli Tasawuf, ditanya tentang apa itu
unsu?. Beliau menjawab Al-unsu adalah hilangnya rasa malu disaat adanya rasa
takut.
Jadi disaat adanya rasa takut
tapi tidak punya malu. Seperti anak balita tadi. Disaat dia takut kehilangan
ibunya, dan takut dengan ibunya karena hilang sampai Mojokerto, tapi setelah
bertemu Ibunya ia tidak punya rasa malu dengan memeluk erat-erat ibunya. Artinya
adalah orang Unsu menurut Syekh Junaid, Raja'-nya lebih kuat dari Khoufnya.
Roja' adalah harapan dan khouf adalah apabila melihat perbuatan yang kita
lakukan tidak diridloi Allah akan timbul rasa khouf (takut).
Kalau kita memandang kemurahan Allah maka timbul sifat Raja'/ harapan. Banyak orang berdosa akhirnya diampuni Allah. Ada orang yang membunuh banyak orang diampuni dosanya oleh Allah. Ada orang berzina diampuni dosanya oleh Allah. Jika kita memandang kemurahan Allah, maka timbul rasa Roja' (harapan) kepada Allah. Sementara kalau kita memandang perbuatan yang tidak diridlai Allah kita harus merasa Khouf/ takut kepada Allah. Antara Khouf dan Raja', harusnya seimbang Khouf 50 % dan Roja' 50%. Tapi orang yang sampai pada Unsu menurut Syekh Junaid, sifat Roja'-nya lebih besar daripada rasa Khoufnya. Dalam ungkapan "hilangnya sifat malu disaat rasa takut".
Dzunun Al-Misri (W. 245 H),
termasuk wali Rijalillah, pernah ditanya apa itu Unsu?. Beliau menjawab Unsu
adalah bahagianya orang yang cinta (muhibbin) kepada Allah yang dicintainya.
Tadi kalau dicontohkan anak balita mencintai ibunya. Setelah bertemu ibunya
kemudiaan "bungah" sekali. Itu namanya kebahagiaan dari
"muhib" orang yang cinta, kepada mahbub yang dicintai. Orang sufi
kalau mendefinisikan sesuatu itu menurut apa yang dirasakan. Mereka berbeda
ungkapan tapi sama dalam arti. Mereka bersifat individualistik. Apa yang
dikatakan dengan yang dikatakan orang lain berbeda. Itu karena berdasarkan rasa
yang dirasakan masing-masing.
Ibrahim al-Marostani nama
lengkapnya Abu Ishaq Ibrohim bin Ahmad al Marostani. Ditanya Unsu itu apa?.
Beliau menjawab, "Bungahe ati kepada orang yang dicintai". Berbeda
dengan Abu Bakar al-Sibli (W.334 H) yang merupakan murid dari Syekh Junaid
al-Bagdadi. Beliau ditanya apa itu Unsu?. Beliau menjawab, "Unsu adalah
rasa takutmu kepada Allah". Definisi ini berbeda dengan pengertian yang
diberikan Ibrahim al-Marostani.
Abu Ishaq Ibrahim bin Ahmad al
Marostani, atau Ibrahim bin Ahmad Al Marostani pernah bekata, saya pernah bertemu
Nabi Khidir As. Dalam pertemuan itu aku diajari 10 Kalimat. 10 kalimat itu aku
hitung dengan jari-jari tangan. Sepuluh kalimat itu berbentuk doa yaitu :
١. اللهم إني أسئلك الإقبل
عليك
Artinya : "Ya Allah, aku
meminta kepadamu, agar bisa menghadap kepadamu". Doa ini penting. Karena
menghadap Allah itu berat. Shalat itu mudah. Kadang kita shalat tapi kita tidak
menghadap Allah. Kita shalat tapi kita menghadap kepasa toko. Kita shalat tapi
kita menghadap kepada uang. Kita shalat tapi ingat sawah. Maka Nabi Khidir
mengajarkan doa tersebut.
٢. والإصغاء إليك
Artinya "Dan berikanlah kemampuan bisa
memperhatikanmu". Terkadang kita mendengarkan orang baca Quran. Tapi kita
tidak memperhatikannya. Antara mendengarkan dengan memperhatikan berbeda.
٣. والفهم عنك
Artinya, "Dan kemampuan bisa
memahamimu". Pemahaman itu sulit. Cobtoh sudah shalat. Sudah puasa. Sudah
jamaah. Sudah melakukan ijazah dari Kiai. Tapi kok ekonomi masih susah?. Ini
berarti tidak paham. Tidak paham dengan takdir Allah. Kalau kita paham bahwa
sebenarnya Allah itu sangat cinta kepada kita. Allah memberi kita nikmat dan
kemudahan supaya kita ingat kepada Allah. Tapi kebanyakan kalau diberi
kenikmatan itu tidak ingat. Sehingga Allah memberi tali berupa cobaan dengan
diuji sakit perut, sakit jantung, sakit paru-paru. Tujuannya apa?. Agar kita
ingat kepada Allah.
٤. والبصيرة في أمرك
Dan kemampuan memandang dengan
mata hati di dalam urusan Panjenengan. Urusan Allah itu banyak. Termasuk
menciptakan Makhluq. Ada aliran tasawuf falsafi. Tasawuf falsafi mengatakan ruh
itu bukan ciptaan Allah. Bersifat qadim dan adanya bersamaan dengan adanya
Allah. Syekh Ibnu Athaillah mengartikan ayat:
خَلَقْنَاكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنَاكُمْ
Sesungguhnya kami menjadikan kamu
sekalian (al-arwah), Kemudian menciptakan rupa-rupa kamu sekalian (al-ajsad).
Tidak ada yang wujud yang bukan ciptaan Allah. Taswauf yang kita ikuti bukan
tasawuf seperti tasawuf falsafi.
٥. والنفاذ في طاعتك
Dan kemampuan melestarikan / melaksankan di dalam taat
kepadamu.
٦. ومواظبت علي إرادتك
Dan kemampuan konsisten untuk mengaharap kepadamu. Ibadah
hanya karena Allah. Bukan karena apapun.
٧. ومبادرة في خدمتك
Dan kemapuan untuk cepat-cepat berkhidmad kepadamu.
٨. وحسن الأدب في معاملتك
Dan kemampuan untuk tatakerama denganmu.
٩. وتسليم إليك
Dan kemampuan untuk asrah kepadamu.
١٠. وتفويظ إليك
Dan kemampuan pasrah kepadamu.
Ini semua adalah Mahabah yang menimbulkan Unsu. Ada juga mahabah
yang menimbulkan syauq. Ada mahabah yang menimbukan unsu, dan besok akan
dibahas mahabah yang menimbulkan ridla. (*)
-Disarikan dari ngaji Hikam Setiap Malam Selasa oleh KH.
Mochammad Djamaludin Ahmad, di Bumi Damai Al-Muhibin 2 April 2018
Posting Komentar untuk "Ngaji Hikam Bab Mahabah (3)"