Ngaji Haul KH. Abdul Fattah Hasyim Ke-48
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menulis bahwa satu ketika Nabi melihat Malaikat Maut sedang duduk di atas kepala salah seorang sahabat Anshor. Nabi kemudian mengatakan sesuatu kepaa Malaikat Maut, "Wahai Malaikat Maut, apabila Engkau akan menjabut nyawa sahabatku ini, tolong perhaluslah karena dia adalah orang mukmin". Malaikat Maut menjawab, "Siap Kanjeng Nabi, jangan khawatir, karena aku selalu halus dalam menjabut nyawa orang mukmin". Negoisasi Nabi dalam hal menjabut nyawa orang mukmin dengan Malaikat Maut ini sangatlah penting.
Allah memanggil manusia dengan sebutan yang
banyak. Ada yang diseru dengan sebutan, "Ya Ayuhaladzina Amanu....". Ada
yang, "Ya Ahla Kitab...". Atau, "Ya Ayuhal Insanu". Ada
juga, “Ya Ma'saral Jini wa Insi..". Sampai-sampai jika dihitung panggilan
Allah dalam Alquran yang menggunakan redaksi "يا". Jumlahnya ada 361.
Dalam Alquran Allah memanggil para intelektual dengan sebutan, "Ya Ulil
Abshor". Artinya wahai orang yang berpengetahuan. Abshor dalam lafadz
tersebut dapat dimaknai Bashirah juga Makrifat atau Ma'aarif. Panggilan untuk
mereka dalam Alquran disebut hanya 1 kali.
Ada panggilan Allah yang berbunyi, "Ya
Ulil Albab". Wahai Ulama, Cendikiawan, Pemikir, Arsitek, Ahli riset yang
diulang oleh Allah 4 kali. Allah juga memanggil ruh yang tenteram dalam Alquran
dengan redaksi, "Ya Ayatuhan Nafsu al-Mutmainah". Yang diulang hanya
1 kali.
Apa hubungan antara istilah Ulil Abshor, Ulil
Albab dan Nafsul Mutmainah dengan kematian?. Orang Ulil Abshor mati dengan hobinya
yaitu ilmu pengetahuan. Imam Muslim pada suatu malam mencari hadist semalam
suntuk tidak ketemu. Akhirnya beliau mencari hadist dengan makan kurma sampai
habis 1 keranjang. Masih tidak ketemu. Sampai beliau wafat dalam pencarian ilmu
hadist. Orang Ulil Abshor wafatnya ketika mencari ilmu.
Sejarawan Islam, Imam Al-Dzahabi yang memilki
kitab Siyar 'alam an-Nubala' dan al-Tarikh Islam lil Dzahabi, juga tadzkiratu
Khufadz al-Dzahabi. Beliau bercerita ada seorang ulama di kalangan tabiin yang bernama
Umaira' bin Abi Najih. Satu ketika Umaira melihat orang-orang sedang diskusi
dan berdebat. Padahal beliau bukan orang yang suka debat. Beliau lebih suka ilmu
yang konstribusinya real dan kongkret.
Beliau kemudian berdoa, "Ya Allah aku
ingin cepat mati, daripada melihat banyak orang debat yang tidak ada
gunanya". Akhirnya saat perjalanan haji saat itu. Beliau pun wafat. Ulil
Abshor orang yang mencintai ilmu dengan konkret. Dan wafatnya juga karena ilmu
atau pengetahuan. Contoh mencintai ilmu
dengan kongkret yaitu dengan mengajarkan kitab kuning. Membacakan kitab.
Mengarang kitab. Tadris kitab. Seperti Mbah Kiai Fattah. Mbah Wahab. Kiai
Nashir. Kiai Djamal dan lain sebagainya. Atau seperti mendirikan pondok dan
menyumbang pondok.
Makna Ulil Abshor tidak hanya untuk orang yang ahli ilmu agama tapi juga untuk para ahli ilmu umum. Dalam kitab saya yaitu Nashihatul Junud diceritakan bahwa Nabi pernah mengirim sabahatnya ke Yaman untuk belajar teknologi persenjataan. Hal ini karena Ulil Absor tidak hanya untuk orang ahli ilmu syariat saja. Sampai Alquran menyebutkan kata Bana' yang artinya arsitek, ahli pembangunan, ahli geometri dsb.
Adapun Ulil Albab diartikan dengan orang yang
memiliki kecerdasan. Orang yang merekayasa sesuatu yang tidak benar dalam agama
dia akan merugi. Syekh Salim Satiri mempunyai kitab al-Fawaidul Al-Satiriyah Fi
Sunah dan Al-Fawaidu Al-Satiriyah Fi Alquran. Di dalam Fawaid Sunahnya beliau
cerita dulu ada dua laki-laki Itali yang pintar bahasa Arab tapi bukan Islam.
Mereka ingin masuk Masjidil Haram tapi tidak diizinkan karena tidak Islam.
Akhirnya membujuk sopir Arab agar bisa
masuk Masjidil Haram.
Pada pos pertama mereka lolos. Pada pos kedua
juga lolos. Tapi ketika akan masuk tanah haram, mobil yang ditumpangi
kecelakaan sampai sopirnya meninggal. Dua orang Itali itu didatangi polisi dan
ditangkap dan dihukum. Hal ini karena orang yang punya ilmu merekayasa agama.
Oleh karenanya orang yang Ulil Albab jangan sampai merekasaya ilmunya.
Ada Ustadz yang memimpin jamaah haji. Ketika
datang dia mengatakan ada jamaah yang
melempar jumroh tidak sah karena waktunya tidak tepat. Pada waktu yang lain dia
membawa jamaah, dan melempar jumrah pada waktu yang dia sendiri nyatakan tidak
sah. Kemarin mengharamkan tapi sekarang dihalalkan. Alasannya karena dibayar.
Yang demikian bukan Ulil Albab.
Syekh Salim al-Satiri juga bercerita ada
rombongan kapal di laut yang logistiknya habis dan tinggal bekal yang
mentah-mentah saja. Ketika akan masak, tidak punya korek api. Hanya saja mereka
punya nahkoda kapala yang Ulil Abshor. Sampai dia berkata, "Siapa penumpang
yang pernah makan harta anak yatim?". Kemudian ada satu yang angkat
tangan.
Orang tersebut disuruh "ngablek" oleh
Nahkoda karena di perutnya ada api yang membara. Sedangkan nahkoda mengambil
kayu serta orang itu disuruh untuk meniup. Keluarlah dari mulut orang tesebut
api dan dapat digunakan untuk memasak. Itulah
orang yang Ulil Albab.
Dalam Alquran Allah juga memanggil orang yang jiwanya tenang yaitu "Nafsu
Mutmainah". Objek tentram dalam Alquran ada yang berupa jiwa seperti
redaksi di atas. Ada yang hati yaitu tentang zikir. Dan ada yang perkampungan.
Dalam hal lain ada orang yang tentram dengan membawa tasbih. Ada yang tenang
dekat dengan Kiai. Ada yang tentramnya mengoleksi Alquran terbitan terbaru. Ada
juga yang tumakninah dengan ilmu. Dan ada pula yang tumakninah karena memegang
uang. Tumakninah beda-beda dan variatif.
Tumakninah yang paling bagus adalah zikir,
kedua dengan ilmu. Dan ketiga bersahabat dengan orang sholeh. Kiai-kiai dulu
tumakninahnya dengan 3 hal tersebut. Ada lagi Tumakninahnya kiai-kiai sepuh
yaitu tirakat. Sementara tirakat yang paling berat adalah ikhtimalul adza atau
tahan disakiti oleh orang lain. Sabar disakiti oleh orang.
Para ulama yang warasatul Anbiya adalah mereka
yang sabar ikhtimalul adza. Dalam risalah Qusairiyah diceritakan ada ulama yang
diundang orang kampung. Ketika beliau berangkat ke rumah orang kampung.
Ditolak. Hal itu terjadi sampai 5 kali. Akhirnya si masyarakat cerita kalau dia
hanya menguji kesabaran sang kiai.
Imam Syafii sangat sabar dalam ikhtimalul adza.
Beliau mengajar kitab dengan menahan rasa sakit wasir bahkan ketika darahnya
keluar sampai 2 mangkok. Imam Syafii tetap mengajar. Imam Malik mengajar hadist di Madinah. Ketika
beliau mengajar, digigit kalajengking 13 kali. Tapi beliau diam tidak bergerak
dan terus membacakan hadist tidak berhenti. Syekh Abdul Qodir ketika mengajar,
kejatuhan ular dan masuk ke bajunya. Tapi beliau tidak berhenti mengajar.
Ngajinya tetap lanjut.
Seorang ilmuan Muslim Abdul Fattah Abghodah
memiiki buku berjudul Qimatus Zaman (harha sebuah waktu). Beliau menceritakan Abdul Adhim al-Mundiri yang
memilki kitab al-Targhib wa Tarhib bahwa ketika beliau mengajar madrasah
anaknya wafat. Saat itu beliau berkata, "Jenazahnya anakku bawa ke sini,
dan aku tidak perlu pulang, biar aku sholati disini". Setelah disholati
beliau lanjut mengajar dan puteranya dipasrahkan Allah Swt.
Syekh Fahruddin al-Razi seorang dokter yang
astronom juga insinyur yang menulis kitab tafsir; Mafatihul Ghoib al-Razi,
kitab filsafat : al-Matholibul Aliyah, kitab ushul fiqih : al-Ma'sul Fi Ilmi
Ushul, dan ilmu firasat, serta buku tentang kedokteran mata. Saat menulis tafsir akhir surat Yusuf, puteranya Muhammad
meninggal. Beliau tidak berhenti menulis dan bahkan kejadian itu diceritakan
dalam kitabnya dan meminta doa kepada para pembaca tafsirnya.
Ada seorang yang tumakninah karena dia tidak
punya jabatan. Seperti Ibnu Asiir. Sebelumnya beliau menjadi menteri. Satu
ketika sakit tidak bisa jalan kaki. Tangan dan tubuhnya tidak bisa bergerak.
Sampai oleh Pemerintah beliau di panggilkan dokter sepesialis. Saat sudah akan
sembuh. Dokternya disuruh berhenti dan diberi upah emas. Ketika ditanya oleh
keluarga kenapa dihentikan berobatnya. Beliau menjawab, nanti kalau aku sehat
kembali, aku takut diberi jabatan lagi.
Akhirnya beliau tidak sembuh total dan dalam
masa sakitnya itu mengarang kitab kamus yang mashur yaitu al-Nihayah fi
Ghoribil Hadist dan al-Jamiul Ushul Fi ahadisil Rasul. Itu dikarang oleh beliau
karena lepas dari jabatan dan fokus pada ilmu.
Ada orang yang tumakninah dengan jabatan yang
adil. Di indonesia banyak orang pintar. Ahli Quran, ulama, khukama', Tujar,
ahli ilmu agama, Muhandisun al-Tiba' di Indonesia sangat banyak. Tinggal
mencari tumakninah yang sesuai posisinya. Kita tinggal meniru Mbah Hasyim, Mbah
Wahab, Mbah Bisri, Mbah Fattah, Mbah Adlan Ali, Mbah Maksum, dsb. Apa yang kita
tiru dari mereka?. Yaitu Ulil Abshor-nya, Ulil Albab-nya dan Tumakninah-nya.
Dulu ada anak Magelang yang mondok di Lasem
sambil jualan kayu. Mondok sejak zaman Mbah Dlowi, Mbak Maksum, sampai ke Saya.
Dia menangi Mbah Yai Djamal, Kiai Shohib, Kiai Mansur, Kiai Iskandar, Kiai
Jabar dsb. Ketika ditanya, apakah pernah ngaji jurumiyah dan shorof, beliau
dawuh, "Belum pernah, karena saya nganjnya khusus kitab besar-besar, kalau
tipis saya tidak mau". Saat ditanya apa sebabnya. Takut uangnya
kecer-kecer karena profesinya cari kayu.
Satu ketika ngaji ke saya, dan saya mintai
kitab-kitab besar-besar yang dimaknai. Ketika ditanya kesulitan tidak?. Beliau
jawab, "Tidak, hanya lumayan!". Dia tidak pernah bilang sulit
terhadap kitab seperti Juman, Balaghah, Jamul Jawami', dsb. Ternyata ketika
dilihat kitabya isinya mubtada' semua. Tidak ada khabar dan fiilnya. Ketika saya lapor ke Abah, beliau dawuh,
"Itulah walinya Allah". Inilah yang bisa kita tiru, tumakninahnya
pada ilmu.
- Disarikan dari Ngaji Haul KH. Abdul Fattah
Hasyim Tambakberas Ke-48 oleh Gus Qoyum Mansur Lasem.
Posting Komentar untuk "Ngaji Haul KH. Abdul Fattah Hasyim Ke-48"