Ngaji Hikam Bab Perkara yang Dapat Menghilangkan Kesusahan (2-Habis)

Di dalam kitab Nashaihul Ibad diterangkan bahwa sebagian ahli hikmah mengatakan:

ثلاثة أشياء تفرج الغصص : ذكر الله تعالى ولقاء أولياء و وكلام الحكماء 

Artinya: "Ada tiga perkara yang dapat menghilangkan kesusahan yaitu (1) zikir (mengingat) kepada Allah Swt, (2) bertemu atau sowan kepada para wali-Nya Allah dan, (3) memperhatikan perkataan hukama."

II- Bertemu atau Sowan kepada Para Wali Allah

Wali yang dimaksud dalam pernyataan di atas adalah kekasih Allah. Siapakah mereka?. Jika dilihat dari ayat yang menyinggung tentang wali adalah ayat:

الا ان اولياء الله لاخوف عليهم

Makna Auliya dalam ayat diatas dalam kitab-kitab tafsir memiliki makna yang banyak diantaranya adalah orang mukmin, sahabat muhajirin, dan sahabat anshor. Dalam Risalah al-Qusairiyah disebutkan bahwa makna wali memiliki dua makna yaitu:

 1) Orang yang Selalu Taat Tanpa Diciderai Maksiat

Wali secara bahasa jika mengikuti lafadz Failan mubalaghah dari Fa'il seperti lafadz Alim dan Qaadir. Maka Makna wali adalah orang yang ketaatannya terus menerus kepada Allah tanpa diciderai hal-hal yang berbau maksiat.

Dari makna yang pertama saja sangat berat untuk menjadi wali. Mengapa?. Karena wali ketaatannya tidak terciderai oleh maksiat. Baik maksiat hati maupun lahir seperti mata dan lisan. Jika ada orang mengaku akan dekat pada derajat kewalian, maka coba diukur dengan definisi ini. Jika masih ada maksiatnya maka masih jauh dari derajat itu.

2- Wali Mengikut Wazan Fail Dengan Makna Ma'ful

Seperti lafadz Qatil dengan makna Maqtul yang berarti bahwa Wali adalah orang yang dilindungi oleh Allah secara terus menerus. Allah menjaga dirinya dari maksiat dan memberi taufiq untuk selalu beribadah kepada Allah. Seperti dalam ayat:

وهو يتولى الصلحين

Artinya : Dia lah Dzat yang melindungi hamba-hambanya yang sholih.

Dari pengertan ini ada istilah bahwa wali Allah memiliki sifat mahfudz yaitu yang dijaga. Jika para nabi memiliki sifat maksum. Maka Wali mempunyai sifat mahfudz dimana Allah memberi perlindungan agar orang ini terhindar dari melaukukan maksiat dan selalu istiqomah dalam ibadah. Dua syarat yaitu terjaga dari maksiat serta istiqomah dalam ibadah sangat berat. Tanda-tanda wali dapat dikenali tapi kita tidak bisa memastikan. Syekh Zahruf dalam kitab Syarah Hikam menjelaskan bahwa para wali dapat diketahui dengan tiga tanda  yaitu:

1) Isaarul Haq atau lebih mengutamakan Allah atau lebih memilih untuk beribadah kepada Allah. Arti memilih atau mengutamakan ini oleh para ulama disimpulkan memilih secara  jasad. Dia menghindar dari makhluq atau kumpul dengan manusia atau dalam istilah tasawuf yaitu uzlah. Menggunakan waktunya hanya untuk ibadah kepada Allah dan menghindar dari manusia. Mereka telah meninggalkan manusia. Dan terus bermunajat kepada Allah.

Dalam kitab syarah hikam yang lain Ibnu Romdi al-Nafazi ada 4 hal yang bisa mengangarkan seseorang menjadi kekasih Allah: (1) Khalwat atau menyendiri. (2) Al-Ju' atau lapar, puasa dan riyadlah. (3) al-Sumtu atau diam. (4) al-Sahru atau terjaga malam yaitu melek.  Oleh karena itu Syekh Ibnu Athaillah al-Syakandari menegaskan tentang hal-hal tersebut:

ما نفع القلب شيء مثل عزلة يدخل بها ميدان فكرة

Artinya: Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat terhadap hatinya seorang hamba sebagaimana uzlah di dalam memasuki arena bertafakur.

Syekh Ramadan al-Buthi berkata bahwa tujuan utama dari uzlah adalah tafakur. Sedangkan Imam Hasan Basri mengatakan bahwa tafakur adalah cermin yang bisa memperlihatkan kebaikan dan keburukan yang telah kita lakukan. Cara agar mendapatkan cermin itu adalah dengan uzlah. Tanpa uzlah maka tidak akan bisa. Mengapa?. Karena hubungan kita lebih besar dengan manusia daripada mengaca dengan keadaan diri kita.

Dalam kitab Shirajut Thalibin Imam Ghazali mengatakan seorang hamba harus melakukan uzlah karena 3 alasan yaitu :  (1) Dia akan bergaul dengan khalayak ramai dan itu dapat melupakan dia dari ibadah kepada Allah Swt. (2) Orang yang berkumpul dengan orang banyak akan mudah terjangkiti penyakit riya', ujub dan takabur. Riya' dapat muncul karena dilihat orang. Serta (3) Terbebas dari fitnah.

Jika seorang mampu ibadah istigfar ribuan di dalam kamar sendiri, mungkin dia terhindar dari riya'. Tapi masih akan terjangkiti penyakit lain yaitu ujub dan takabur. Merasa lebih baik dan menganggap yang lain rendah. Karena 3 alasan itulah maka Imam Ghazali mewajibkan uzlah. Seorang Sufi dari Mesir yaitu Syekh Ali Juma'ah berkata:

خلوتهم في جلوتهم

Ketersendiriannya mereka dalam keramaiannya. Maknanya adalah saat uzlah atau menyepikan diri dari hiruk pikuk kehidupan tanpa harus mengurung diri dan menjauh dari kehidupan manusia. Uzlah yang seperti ini seperti gambaran jika ada orang yang berprofesi sebagai guru maka dia tetap mengajar. Jika dia berprifesi sebagai petani maka dia tetap menggarap sawahnya.Atau yang berprofesi pedagang maka dia tetap berjualan sebagaimana pedagang.

Mengapa bisa begitu?. Dengan hatimu beruzlahlah. Latihlah hatimu untuk melakukan uzlah seperti ini. Dalam uzlah tersebut engkau tidak boleh : (1) Menggunjing atau membicarakan orang lain. (2) Tidak boleh merasa tinggi dibanding orang lain. (3) Tidak boleh sombong. (4) Tidak boleh masuk mengurus urusan orang lain sedang engkau bukan bagian dari mereka. (5) Kurangilah mengikuti orang lain, berpikirlah. Maka inilah yang dinamakan uzlah sebagai opsi di zaman modern.

Ternyata kedua jenis uzlah sama-sama berat. Apalagi pada zaman sekarang. Oleh karena itu uzlah yang seperti ini disebut uzlah ruhani atau uzlah hati. Sehingga dapat disimpulkan dengan contoh, uzlah pedagang harus jujur. Uzlah petani juga harus jujur. Sehingga semua profesi bisa dijadikan uzlah. Doa orang sufi adalah:

اللهم اجعل الدنيا في ايدينا ولا تجعل في قلوبنا

Artinya : Ya Allah jadikanlah dunia hanya ada pada tangan kami dan jangan biarkan dia masuk ke dalam hati kami.

2) 'Iridu 'ani Khalqi : Berpaling dari makhluq. Ciri yang kedua ini adalah penegasan dari ciri yang pertama.

Ada satu hikayat yang pernah disampaikan Kiai Agil Shirath bahwa beliau pernah diajak Gus Dur di Madinah. Saat itu beliau diajak untuk mencari walinya Allah. Ketika masuk di area masjid madinah kemudian melihat ada orang yang jamaahnya banyak. Gus Dur bilang tidak, itu bukan wali. Sampai beberapa majelis. Dan pada terakhir kalinya ada orang yang biasa yang tidak dikelilingi jamaah. Dan Pak Said diminta ngobrol dengan orang itu.

Ketika keduanya memperkenalkan diri dari Indonesia dan merupakan dari NU. Keduanya kemudian minta doa. Setelah itu dia pergi. Dan berkata, "Ya Allah apa dosaku sehingga Jenengan memberi informasi kepada kedua orang itu?". Pak Said kemudian tanya ke Gus Dur siapa itu. Dan Gus Dur menjawab kalau itu adalah wali Allah.

Abdullah bin Mubarak ketika singgah di Makah, saat itu Makah sedang dilanda kemarau. Banyak orang pergi ke Arafah untuk shalat ististqa. Sampai pada hari ketujuh mereka sholat istisqa, hujan tetap tidak turun. Pada hari kedelapan Abdullah bin Mubarak melihat satu orang budak yang kumuh dan hitam  kulitnya yang sedang sujud. Dalam sujud itu dia berkata, "Ya Allah aku tidak akan bangun dari sujudku, sebelum engkau berbelas kasih kepada hamba-hambamu dengan menurunkan hujan". Baru beberapa saat dari sujud budak itu, mendung sudah datang dan hujan turun begitu deras.

Setelah itu Abdullah bin Mubarak berkesimpulan bahwa dari sekian banyak orang yang berdoa orang itulah yang mustajab. Orang itu kemudian diikuti oleh Abdullah bin Mubarak. Ternyata dia pulang  sampai di sebuah tempat perdagangan budak. Besoknya Abdullah bin Mubarak datang lagi ke tempat itu  dan akan membeli budak tersebut. Ketika si pedagang budak menawarkan dagangannya sampai 30 budak. Semua ditolak oleh Abdullah bin Mubarak karena bukan budak yang kemarin. Ketika Abdullah tanya, "Masihkah engkau memilki budak yang lain?". Penjual menjawab, "Masih ada satu yang tersisa tapi dia tidak layak jual, dia budak yang hitam, jelek, dan sakit-sakitan".

Abdullah bin Mubarak kemudian membeli budak itu. Harga awalnya adalah 20 dinar tapi karena sakit-sakitan maka dijual 10 Dinar oleh si pedagang. Oleh Abdullah budak itu tetap dibeli dengan 20 Dinar. Saat di perjalanan budak itu tanya mengapa dia dibeli padahal dia tidak tidak layak jual. Abdullah bin Mubarak kemudian berkata, "Karena saya lah yang akan melayanimu dan bukan kamu yang melayani saya". Budak itu menyangkal, "Kenapa begitu? aku lah yang budak dan engkau Sayid ku". Abdulah bin Mubarak kemudian menjawab, "Karena aku tahu kemarin Engkau telah bersujud dan berdoa, demikian, demikian serta doamu dikabulkan Allah ".

Setelah itu budak tersebut sholat dan berdoa, "Ya Allah aku sudah 30 tahun ibadah kepada-Mu dan telah kontrak agar Enkau tidak akan membuka tabir siapa saya, sekarang karena Engkau telah membukanya maka cabutlah nyawa saya". Akhirnya budak itu wafat, dan dirawat oleh Abdullah bin Mubarak ala kadarnya. Pada malam harinya Abdullah bin Mubarak bermimpi bertemu Rasulullah, beliau berkata, "Abdullah, ada wali Allah wafat, kenapa hanya engkau rawat ala kadarnya?". Besoknya langsung dirawat kemabali dengan sebaik-baiknya oleh Abdullau bin Mubarak.

Para wali Allah berpaling dari makhkuq yang dalam istilah orang sufi disebut khummul. Seperti dalam riwayat Mbah Hamid yang ditamui oleh orang Kendal. Beliau dawuh kepada tamunya, "Kalau kamu pulang ke Kendal, saya salam ke Fulaan ya!". Tamunya jawab Mbah Hamid, "Tapi orang itu orang gila Mbah". Mbah Hamid tetap menyuruh mensalamkan. Saat pulang ke Kendal tamu itu langsung ke Pasar dan menemui orang yang disebut Mbah Hamid di tengah pasar. Ketika diucapkan salam dan dijawab. Orang itu menyampaikan salam Mbah Hamid. Dia langsung berkata, "Hamiiiiid kamu membuka tutupku!!!". Setelah itu orang gila itu meminta wafat dan langsung wafat.

Dalam riwayat yang lain ada kisah Uwais al-Qarni yang punya penyakit kusta. Sampai nabi berpesan kepada Sayidina Umar agar meminta doa kepada Uwais. Akhirnya Sayidina Umar setiap ada kabilah yang datang ditanyai berasal dari mana mereka. Hanya untuk bertemu dengan Uwas dan melaksanakan perintah Rasulullah untuk meminta doa. Saat itu ternyata Uwais sedang merawat unta-unta. Tabir Uwas dibuka setelah Nabi wafat dan ditemukan oleh Sayidina Umar. Padahal beliau adalah wali yang telah bersembunyi.

Nabi memang tidak pernah bertemu Uwasi di dunia tapi dalam satu versi disebutkan bahwa ketika Haji Uwais pamit kepada ibunya untuk sowan Nabi. Ketika sampai di rumah Nabi ternyata Nabi sedang berada di medan peperangan. Lalu Uwasi menitipkan Wojo kepada Sayidah Aisyah. Saat Nabi datang beliau langsung menanyakan tamunya titip apa. Akhirnya Sayidah Aisyah memberikan wojo pemberian Uwais. Uwais se zaman dengan Nabi tapi tidak pernah bertemu Nabi sehingga tidak bisa dikatakan sebagai sahabat. Karena definisi sahabat adalah orang yang pernah melihat nabi dan beriman kepadanya. Ada orang yang melihat nabi, tapi tidak iman maka dia juga tidak pantas disebut sahabat.

Imam Syafii ketika memberi fatwa kalau beliau berijtihad dan belum mantab beliau sharing nya dengan seorang wali yang bernama Saiban al-Roi. Orang yang tidak terkenal dan menjauhi popularitas. Prilaku orang-orang dahulu memang seperti itu. Sampai Imam Sufyan al-Tsauri pernah menulis surat kepada Abdullah bin Mubarak yang isinya, “Sebarkan ilmu tapi hindari popularitas di hadapan manusia”.

Salah satu ciri wali Allah adalah menghindar dari popularitas. Mereka menanamkan diri dalam keheningan dan kesepian agar bisa bermunjat kepada Allah. Meskipun mereka menanamkan dirinya dalam kerendahan tapi Allah mengangkat mereka dengan kesempurnaan. Seperti yang disebutkan dalam Al-Hikam Syekh Ibnu Athaiilah:

ادفن وجودك في أرض الخمول، فما نبت مما لم يدفن لا يتم نتاجه

Artunya : “Tanamkan dirimu dalam tanah kerendahan sebab setiap sesuatu yang tumbuh tanpa ditanam maka tidak sempurna hasilnya”.

Para kekasih Allah yang tidak ingin terkenal tidak hanya sekadar ketika mereka hidup bahkan ketika mereka sudah wafat pun ada yang tetap khumul. Mereka tetap menghindari kepopuleran. Sampai ada satu kisah di dalam Risalah Qusairiyah seorang yang bernama Abu Bakar al-Shoidalani yang ziarah dan merawat makam seorang wali bernama Abu Bakar al-Thomastani. Makam Abu Bakar al-Thomastani akan diberikan nisan oleh Abu Bakar al-Shoidalani. Namun pada esok harinya nisan itu dibongkar orang. Ditulisi lagi, dengan nama Syekh Abu Bakar al-Thomastoni. Besoknya dihancurkan orang lagi. Sampai beberapa kali dan akhirnya ditanyakan ke gurunya. Oleh gurunya Abu Bakar al-Shoidalani disalahkan dan diberi tahu bahwa Syekh Abu Bakar al Thomastoni memang tidak ingin dikenal.

3) Iltizam bi Sunah bi Shidqi berpegang dengan kesunahan dengan benar. Para wali Allah benar -benar berpegang kepada kesunahan. Abah Djamal pernah cerita bahwa beliau pernah didawuhi Kiai Djalil, “Kiai Djamal ada ibadah yang harus kita lakukan secara istiqomah karena secara waktu kita dapat melakukannya yaitu sholat bakdiyah dhuhur, Kiai Djamal saya melaksanakan sholat itu mulai masih perjaka”. Apa yang dilakukan Mbah Djalil ini berat tapi kembali kepada pelajaran di awal bahwa Allah menuntun kekasih-Nya dengan taufiq agar tetap melakukan ibadah dan menghindarkan mereka dari maksiat.

Manfaat sowan dan bertemu para wali Allah diterangkan oleh Syeklh Ihsan Jampes yaitu, “Apabila tidak bisa bertemu lansung maka hendaknya sowan atau ziarah ke makam para wali, dengan tawasul dengan orang-orang sholeh terhadap khajat-khajat kita, meminta ampunan kepada Allah, atau mendaokan dirinya sendiri,  orang tuanya. Juga untuk orang-orang muslim”.

Manfaat kedua menurut Habib Ali al-Habsi adalah orang yang dipenuhi cinta kepada para wali Allah maka Allah akan memunculkan cahaya dari hatinya, dan dari cahaya itu muncul ketenagan hati. Seperti pembahasan pertama bahwa jika ada orang yang ingin hilang kesusahan hatinya maka sowan lah kepada para wali-wali Allah.

Manfaat lain sowan kepada para wali Allah adalah untuk bertabaruk. Ada seorang wali bernama Bisr al-Khafi yang pagi-pagi sedang pergi ke pasar. Di Pasar banyak orang yang menjual jenang. Bisr al-Khafi kemudian ntanya, “Berapa harga jenang ini”. Penjual menjawab bahwa untuk Syekh Bisr al-Khafi jenang itu gratis. Ketika bertanya Bisr al-Khafi sambil memegang jenangnya. Ternyata Bisr hanya tanya-tanya saja. Dan kemudian pergi.

Di belakang Bisr al-Khafi ada orang yang mengintai dan ingin membeli jenang yang dipegang Bisr al-Khafi. Bahkan dia berani membayar lebih. Sesaat ada yang menawar lebih lagi. Sampai toko ramai rebutan membeli jenang yang telah dipegang Bisr al-Khafi. Beberapa waktu ada perampok yang lewat hendak membeli minuman keras. Tapi melihat ada toko jenang ramai ia ikut melihat. Ternyata ada orang yang rebutan jenang yang dipegang oleh Bisr.

Rampok itu kemudian tanya Bisr al-Khafi itu siapa. Oleh yang ditanyai  dijawab bahwa beliau adalah wali Allah. Rampok bertanya lagi, “Wali itu apa? “. Dijelaskan bahwa wali adalah orang yang taat Allah dan Rasulnya serta memiliki keistimewaan serta dimuliakan. Seketika Perampok itu kemudian menawar jenang bekas tangan Bisr dengan harga paling tinggi. Padahal perampok itu tujuan ke pasar adalah untuk membeli minuman keras.

Sesampainya dia pada teman-temannya dia menjelaskan bahwa jenang itu sudah di pegang oleh wali Allah, Bisr al-Khafi. Akhirnya semua rampok itu diajak untuk menghadap Bisr al-Khafi dan untuk bertaubat dihadapan Bisr al-Khafi. Itu semua karena barokah sentuhan wali Allah atau disebut dengan bertabaruk.

3- Mendengarkan Nasihat dan dawuh dari Ahli Hikmah

Nabi memerintah kita untuk duduk dengan para ulama dan mendengarkan kalam Hukama. Karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan lantaran cahaya hikmah yang keluar dari lisan para ahli hikmah. Ulama dibagi menjadi 3 yaitu:

 1- Ashabul fatwa yaitu orang yang alim tentang hukum-hukum Allah.

2. Hukama yaitu orang yang alim tentang hukum Allah. Juga alim dibidang Tauhid dam tasawuf. Bergaul dengan mereka serta mendidik umat dengan ilmu dan akhlaqnya. Karena orang ini sepesialis ahli tauhid dan akhlaq sehingga muncul keagungan dari setiap kalimat yang keluar darinya.

3-Kubara’ yaitu orang yang memiliki keduanya, dia  ahli hukum dam ahli tauhid serta ahli tasawuf. Mendengarkan kalam para hukama dapat menentarmkan hati dan menghilangkan kesuasahan. Atau kalau istilah kiai sekarang adalah mendengar kalam para kiai-kiai sepuh yang setiap kalimat yang keluar dari mereka merupakan hikmah yang bisa menghilangkan kesuasahan hati.    

 

-Disarikan dari Ngaji Hikam Malam Selasa oleh KH. Saidul Hidayat, M.HI di Bumi Damai Al-Muhibin 187 Desember 2023

Posting Komentar untuk "Ngaji Hikam Bab Perkara yang Dapat Menghilangkan Kesusahan (2-Habis)"