Ngaji Hikam Hikmah Ke-115

 Syekh Ibnu Athaillah Al-Syakandari berkata: 


قَالَ الشَّيْخُ أَحْمَدُ بْنُ عَطَاءِ اللهِ السَّكَنْدَرِيُّ : لِيُخَفِّفْ أَلَمَ الْبَلَاءِ عَلَيْكَ عِلْمُكَ بِأَنَّهُسُبْحَانَهُ هُوَ الْمُبْلِيْ لَكَ، فَالَّذِيْ وَاجَهَتْكَ مِنْهُالْأَقْدَارُ هُوَ الَّذِيْ عَوَّدَكَ حُسْنَ الْاِخْتِيَارِ (حكمة115)


Artinya: Semestinya terasa ringan kepedihan ujian (bala') yang menimpa kepadamu, karena Engkau mengetahui bahwa Allah yang mengujimu. Sebab Dzat yang menurunkan ujian (bala') kepadamu adalah Dzat yang biasa menurunkan kebaikan kepadamu.” (Hikmah 115)


Seseorang yang menyadari bahwa cobaan dan ujian itu datangnya dari Allah, dan ia juga mengetahui bahwa Allah adalah Tuhan yang kasih sayang-Nya melebihi kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Apakah ia masih merasakan berat dan sakit dengan cobaan itu?. Sebaliknya ia justru merasa ringan dan nikmat atas bala’ tersebut.



Dalam kitab syarah disebutkan tentang contoh dari hikmah tersebut adalah manusia yang memiliki kasih sayang. Lebih spesifik contoh dari hikmah tersebut adalah seorang ibu yang memiliki kasih sayang yang sangat besar kepada anaknya. Memiliki cinta yang tak terbatas kepada anaknya. Sampai dikatakan dalam pribahasa, “Kasih Ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah”. 


Jangankan kasih sayang seorang ibu dari bangsa manusia kepada anaknya. Bahkan induk ayam saja, memiliki kasih sayang yang besar kepada anak-anaknya. Mereka akan menarik kakinya ketika mengetahui kaki itu akan menginjak sang anak. Mereka akan mati-matian melindungi anaknya dan tanpa rasa takut bertarung dengan rajawali, ketika sang rajawali akan memangsa anaknya. 


Seorang Ibu akan memberi yang terbaik untuk anaknya. Dia akan berusaha maksimal memberikan semua hal untuk anaknya sebatas informasi yang dia ketahui. Oleh karena itu sangat penting bagi seorang Ibu membaca banyak informasi dan ilmu untuk merawat anak. Semakin banyak ilmu tentang merawat anak, maka tumbuh kembang anak akan semakin baik. 


Terkadang anak pertama dalam satu keluarga adalah anak yang paling sering ke dokter. Karena orang tua dan ibunya belum mengetahui ilmunya. Setelah punya anak kedua dan ketiga. Seorang Ibu sudah paham dengan ilmu dan penyakit anak, sehingga sudah beradaptasi. 


Oleh karena itu sebenarnya sebelum naik ke jenjang pernikahan sebenarnya penting untuk belajar dan mencari ilmu tentang rumah tangga dan pernikahan itu sendiri. Di negera-negara maju, ketika seorang ibu telah mengandung. Kedua orang tua baik ayah maupun ibunya dikursus dan ditraining terus menerus. Bahkan di Australia, diterapkan bahwa ketika bayi lahir, yang harus merawat harus ayahnya.


Berbeda dengan di Indonesia. Saat Menikah banyak yang belum tahu tentang ilmu pernikahan dan rumah tangga. Belum lagi tentang ilmu dan hukum-hukum syariat tentang nikah yang harus diperhatikan.


Contoh ilmu syar’i tentang pernikahan yang harus diperhatikan adalah apakah pernikahan yang dibina masih dalam ikatan pernikahan yang sah atau telah putus. Sebagaimana ada kasus, seorang artis yang dalam pandangan syar’i dia sudah mentalaq isterinya berkali-kali, tapi pengadilan  sampai tingkat banding tidak memutuskan talaq itu sebagai cerai. 


Maka penting untuk mengetahui ilmunya terlebih dahulu sebelum menikah. Karena dalam rumah tangga pasti salah satu dari pasangan akan ada yang emosi dan marah. Jika tidak mengerti hukum syari’at lalu berkata, “Aku ceraikan Kamu!!”. Dan kalimat yang demikian telah menjadikan jatuh cerai bagi isterinya. 


Dalam akad pernikahan sesuatu yang sifatnya bergurau bisa menjadi sungguhan, jika diucapkan dengan bahasa yang jelas. Seperti bergurau dengan berkata, “Aku ceraikan Kamu!!”. 


Ketika akad nikah pun sebenarnya tidak harus se-sakral sebagaimana yang kita lihat. Contoh hal gurauan yang bisa jadi serius adalah ketika ada guru yang punya anak perempuan. Dia sedang menerangkan fiqih pernikahan lalu berkata kepada salah satu muridnya laki-laki yang bernama Zaid. Dia berkata, “Zaid, Aku  nikahkan kamu dengan emas kawin satu juta!”. Lalu yang ditunjuk yaitu Zaid berkata, “Qobilty!”. Maka akad tersebut sudah sah. 


Atau akad nikahnya dimulai dari pihak mempelai  laki-laki. Dimana anak laki-laki berkata kepada orang yang memiliki anak perempuan, “Nikahkan aku dengan anakmu dengan emas kawin satu juta”. Lalu walinya berkata, “Iya!”. 


Oleh karena itu sebelum menikah penting untuk belajar dan mengetahui ilmu tentang pernikahan dan rumah tangga. 


Seorang Ibu dalam hal merawat anak, pasti akan memberikan yang terbaik untuk anaknya.  Bahkan sampai saat usia sekolah, mereka akan menyekolahkan di sekolah terbaik sesuai kemampuannya. Sampai anaknya mampu memahami bahwa ibu pasti memberi dan memilihkan hal yang terbaik dan yang paling bermanfaat untuk saya. Mulai Dari sekolah, makan dan kebutuhan lainnya.


Satu ketika Ibunya berkata, “Nak aku beri kamu uang saku Rp.10.000, tapi jangan dibuat jajan semua, ditabung Rp.5.000, nanti jika sudah satu tahun, maka kamu sudah punya tabungan, sehingga kamu tumbuh jadi anak yang peduli dengan milikmu sendiri!”. Suatu hari ibunya bertanya tentang uang saku tersebut, anaknya berkata, “Uangnya sudah habis Bu, sudah dibuat beli jajan semua!”. 


Akhirnya sang ibu marah. Kuping anaknya dijewer. Jika sang anak sebelumnya telah memahami bahwa apapun yang dilakukan ibunya kepada dia adalah yang paling manfaat, maka “dia tidak akan menganggap” bahwa jeweran sang ibu merupakan kejahatan. Mungkin saat itu anaknya belum paham bahwa “jeweran itu adalah bentuk kasih sayang ibunya terhadap dirinya”. 


Suatu saat dia pasti akan paham bahwa “jeweran adalah bentuk kasih sayang ibunya” agar dia tumbuh menjadi anak yang jujur. Diamanahi uang untuk ditabung maka harus ditabung. Jika tidak ditabung namanya tidak jujur. Karena tidak jujur itulah, aku dijewer. Akhirnya saat sudah besar dia sadar dan berterima kasih kepada ibunya. Karena ibunya telah membentuk dirinya menjadi orang yang berintegritas dan jujur. Suatu sifat yang saat ini paling mahal di Indonesia. 


Dulu saya pernah mengalami hal yang demikian. Dan saya tidak dendam dengan Abah. Karena saya memahami bahwa Abah pasti memberi yang terbaik kepada saya. Maka apapun perlakuan Beliau kepada saya, itu pasti yang paling bermanfaat untuk saya, walaupun hal tersebut menyakitkan. 


Di lirboyo ketika santri akan pulang cukup izin kepada pengurus dan mustahiq. Tapi khusus saya diwajibkan oleh Abah Djamal harus izin Mbah Idris Marzuqi dan Mbah Yai Anwar Mansur. Kalau izin Mbah Yai Anwar sulit karena pondok puteri. Tapi kalau Mbah Idris lebih mudah karena beliau meng-imami jamaah 5 waktu. Cukup setelah jamaah mushofahah dan matur izin pulang. Itu saya lakukan karena syatatnya Abah harus izun Kiai. Walaupun pondok tidak mensyaratkan itu. 


Itu adalah cara Abah agar saya tata krama  kepada guru dan merupakan perintah beliau sehingga pasti lakukan.


Satu ketika saya pernah pulang dan tidak pamit Mbah Yai. Sampai Sambong naik becak, Turun dari becak, Abah baru pulang dari Mualimin sambil menenteng kitab di depan rumah dan berpapasan dengan saya. Beliau tanya, “Luh muleh?”. Saya jawab, “Nggeh Bah!”. Setelah salaman diajak masuk rumah. Belum sampai pintu rumah, Abah balik badang dan bertanya, “Sek, sek, sek, Ini tadi izin Kiai apa tidak?”. Saya jawab, “Mboten Bah!”. Padahal biasanya ketika saya pulang dan sowan dan pamitan Kiai, Abah tidak pernah tanya. Giliran saya tidak sowan sekali saja, oleh Abah pas ditanyai. 


Akhirnya beliau dawuh, “Lo, lo, lo, piye?!Yusuuuf!”. Beliau memanggil anak pondok namanya Yusuf Ali dari Gresik. “Sepedahmu ada?”. Yusuf jawab, “Enten Yai!”. Abah memerintah, “Idris terne ng Pondok, engko nek bar sowan muleh neh gak popo!, wes gak usah metuki ibuk disik gak popo!, gampang!”. Kemudian saya diantar kembali ke Pondok sebelum menginjakan kaki di dalam rumah.


Saat itu saya menangis di tengah perjalanan dengan Cak Yusuf yang mengantar saya ke pondok. Seperti saya bukan anaknya Abah. Tapi saat saya sudah dewasa saya bersyukur dan bahagia diperlakukan demikian. 


Apa makna dari contoh-contoh itu tadi?. Bahwa apa yang diberikan dan dipilihkan orang tua kepada anaknya adalah yang terbaik dan yang paling bermanfaat. 


Begitu juga perlakuan Allah Swt kepada kita. Mulai dari kita belum wujud kemudian diwujudkan oleh Allah Swt. Mulai dari kandungan sudah dipersiapkan apa yang kita butuhkan. Saat telah lahir, Kita butuh nafas disipakan oleh-Nya oksigen. Saat kita butuh makan untuk hidup, disiapkan kebutuhannya dengan alam ini. Allah Swt juga yang menyiapkan tempat tinggal agar kita berlindung dari panas, dingin, dan hewan-hewan yang membahayakan kita. 


Allah Swt selalu memberikan yang baik-baik kepada kita. Dia selalu berbuat baik kepada kita. Mulai dari masih dalam kandungan, kemudian lahir, sampai kita tumbuh besar sampai saat ini. 


Oleh karenanya jika suatu ketika tiba-tiba Allah Swt menurunkan bala’ atau ujian-Nya kepada kita, maka harusnya kita sadar, bahwa Dzat yang menurunkan bala’ dan ujian tersebut adalah Dzat yang biasanya memberikan yang terbaik untuk kita sehingga bala’ itu terasa ringan. Karena yakin yang memberi adalah Dzat yang selalu memberikan yang terbaik kepada kita. 


Kapan kita oleh Allah Swt diberikan keburukan dan kejelekan?. Allah Swt selalu berbuat baik kepada kita. Selama ini Allah selalu memberi ikhtiar yang terbaik. Lalu mengapa sekarang saat mendapat bala’, kita merasa sakit?.


Mungkin terasa sakit itu disebabkan kehilangan harta, atau anak, isterii, atau orang tua yang meninggal. Yang semua Itu adalah bagian dari ujian atau bala’ dari Allah Swt. Dan tentu sebagaimana biasanya Allah Swt selalu memberi yang terbaik, bala’ dan ujian itu juga pasti yang terbaik untuk saya. Dan khusnudzan itulah yang harus terus kita yakini. 


Pada hakikatnya segala kebutuhan kita sudah dipenuhi oleh Allah Swt. Hanya saja akhir-akhir ini banyak suara yang mengaungkan bahwa ekonomi sedang seret. Kelas menengah turun kelas. Dsb. Padahal sebenarnya semua sudah dicukupkan oleh Allah Swt. Hanya pada Cukup saja. Dan Tidak ada lebih-lebihnya. 


Harusnya kita cukup mengatur bagaimana pemasukan yang sekian jumlahnya itu cukup untuk membiayai pengeluaran yang sebegitu banyaknya. Karena hakikatnya telah dicukupkan oleh Allah Swt. Hanya saja sekarang kita sedang mendapatkan ujian kecerdasan agar bisa memenuhi kebutuhan dengan pemasukan yang terbatas. Dicukup-cukupkan sehingga cukup. Sehingga timbul prasangka bahwa Allah Swt berbuat baik kepada kita. 


أنا عند ظن عبدي بي


Narasi-narasi yang negatif seperti ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja. Kelas menengah turun kelas. Ekonomi sedang seret. Itu semua bisa mencuci otak kita untuk tidak bersyukur kepada Allah Swt bahkan sampai suudzan kepada kita. Oleh karena itu jika kita membaca dan mendengar kalimat-kalimat tersebut, mari kita objektif, “Apakah selama ini kita kurang makan?. Apakah aku mati karena tidak bisa minum?.” Jika tidak demikian maka kita harus terus meyakini bahwa Allah Swt berbuat baik kepada kita. Dan selama ini memang demikian. 


Allah Swt selalu berbuat baik kepada kita. Jika tiba-tiba Allah Swt memberikan ujian, itu berarti ada suatu kemanfaatan dan hikmah yang hanya diketahui oleh-Nya. Keyakinan inilah yang harus senantiasa ditnamam dalam hati. Allah Swt berfirman: 


قَالَ تَعَالَى: ﴿ وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡئًا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡ ﴾ (البقرة [2]: 216)


Artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia lebih baik bagimu.” (Al Baqarah[2]: 216)


قَالَ الشَّيْخُ أَبُوْ طَالِبٍ الْمَكِّيْ فِيْ هَذِهِالْآيَةِ: فَالْعَبْدُ يَكْرَهُ الْعَيْلَةَ وَالْفَقْرَوَالْخُمُوْلَ وَالضُّرَّ وَهُوَ خَيْرٌ لَهُ فِيالْآخِرَةِ، وَقَدْ يُحِبُّ الْغِنَى وَالْعَافِيَةَ وَالشُهْرَةَ وَهُوَ شَرٌّ لَهُ عِنْدَ اللهِ وَأَسْوَأُعَاقِبَةً.


Artinya: “Seorang hamba tidak menyukai penderitaan, kefakiran, tidak terkenal dan kesulitan, padahal itu semua adalah lebih baik baginya kelak di akhirat. Dan seorang hamba terkadang lebih menyukai menjadi kaya, sehat dan terkenal, padahal di sisi Allah hal itu justru lebih buruk akibatnya bagi dirinya.”


Manusia pada umumnya tidak menyukai penderitaan, kemalaratan, diremehkan orang lain, dan kesulitan-kesulitan. Sebaliknya semua orang pasti menyukai suatu perkara yang mudah, tidak menderita, kaya-raya, terkenal, dan diperhatikan oleh banyak orang lain. 


Padahal hal-hal seperti penderitaan, kemalaratan, diremehkan orang lain, dan kesulitan-kesulitan bisa lebih bermanfaat bagi dirinya di akhirat. Jika ada orang diberi ujian oleh Allah Swt kemelaratan. Kemudian hatinya sabar dan ridla. Dan kemelaratan itulah yang terbaik bagi orang tersebut kelak diakhirat.


Bahkan ada hikmah yang berbunyi, “Apabila seseorang telah diberi oleh Allah Swt badan yang mau untuk diajak beribadah dan hatinya ridla dengan takdir yang ditentukan oleh-Nya, berarti orang tersebut telah memiliki dua kenikmatan yang sempurna”. 


Menurut hikmah tersebut nikmat yang sempurna terletak pada dua hal yaitu badan yang mau untuk diajak beribadah dan hati yang bisa menerima takdir Allah Swt. Dan kebetulan saat ini, takdir Allah Swt yang jatuh padanya adalah menjadi orang melarat, takdir yang oleh kebanyakan orang tidak disukai. Jika dia mampu berhusnudzan kepada Allah Swt, “Barangkali keadaan melaratku inilah yang besok diakhirat yang lebih bermanfaat bagiku!”. 


Ternyata memang doa orang yang melarat yang hatinya ridla saat dia masih di dunia saja doanya mustajabah. Orang melarat dan orang kaya yang keduanya sama-sama sholeh, besok diakhirat masuk surganya terpaut jarak 500 tahun. 


Diriwayatkan bahwa Nabi yang paling akhir masuk surga diantara para Nabi adalah Nabi Sulaiman. Padahal beliau adalah Nabi yang kaya yang zuhud. Bahkan paling zuhudnya orang zuhud. Beliau apabila menjamu tamu, makanan yang diberikan adalah yang terbaik. Sebaliknya yang untuk dirinya adalah roti gandum kasar. Kaya raya tapi makan apa adanya. 


Nabi Sulaiman pernah meminta kepada Allah Swt kekuasaan yang tidak diberikan kepada siapapun setelah Nabi Sulaiman. Sehingga tidak ada kekuasaan yang lebih besar setelah Nabi Sulaiman sampai sekarang, dan sampai hari kiamat yang kekuasaannya melebihi Nabi Sulaiman. Yang dikuasai adalah bukan hanya manusia, tapi setan dan jin. Hewan dan angin. Semua tunduk kepada Nabi Sulaiman. 


Nabi Sulaiman walaupun kekuasaannya sedemikian besar tapi beliau adalah أزهد الزاهدين orang paling zuhud diantara orang-orang zuhud. 


Kehidupun zuhud ini juga yang diteladankan oleh Mbah Yai Djalil Tulungagung. Suatu ketika saya sowan hari raya ke Yai Djalil di Peta. Jam 6 pagi sudah di Pondok dan menuju ke Pesarean terlebih dahulu. Tiba-tiba dipanggil beliau untuk masuk. Sebelum tamu banyak yang datang. Saya dimasukan ke kamar beliau di sebelah timur. Di dalam tidak ada ranjangnya. Tidak ada kasur dan perabotnya. Hanya ada alas tidur berupa coverbad. 


Saat itu Pak Wasil datang membawa bungkusan. Apa yang beliau makan?. Nasi pecel, peyek dan tempe. Tidak ada ayam dan dagingnya. Sangat sederhana. Padahal beliau sangat kaya. Saat mantu saja, beliau mensewa gedung pertemuan dan setiap ada orang yang melewati jalan itu diberkati.


Terkadang kita diberi oleh Allah Swt keadaan tidak terkenal, tidak dipedulikan dan diremehkan. Sebenarnya itu adalah hal yang baik, karena tidak dianggap dalam pergaulan dan diremehkan akhirnya tidak diajak “rasan-rasan”. Karena dalam satu perkumpulan sulit untuk lepas dari hal-hal tersebut. Kecuali kita menjadi orang yang tidak dinggap. Sehingga selamat dari itu. Sehingga menjadi keadaan yang lebih baik bagi kita.


Demikian juga saat seseorang mendapat kesulitan dari Allah Swt. Seperti kesulitan dalam bentuk sakit. Yang sakit itu menjadi penghapus dosa baginya. Sehingga diakhirat menjadi ringan. 


وَقَدْ يُحِبُّ الْغِنَى وَالْعَافِيَةَ وَالشُهْرَةَ وَهُوَ شَرٌّ لَهُ عِنْدَ اللهِ وَأَسْوَأُعَاقِبَةً.


Kebanyakan orang menyukai keadaan yang kaya raya. Tapi dimata Allah Swt itu adalah sesuatu yang tidak baik. Karena terkadang dia kaya raya tapi tidak kuat dengan kekayaan yang dimiliki. Tanda seseorang kuat dengan kekayaannya adalah Hati nya tetap bersyukur dan tetap tawadluk. Karena menurut Imam Ghazali, penyebab kesombongan ada tujuh diantaranya adalah ilmu dan kekayaan. Dan yang paling banyak sebab kekayaan. Semakin kaya semakin sombong. Semakin kaya semakin arogan.


Orang kaya yang tidak kuat dengan kekayaannya adalah orang yang menggunakan seluruh kekayaannya untuk memuaskan seluruh hasrat duniawinya. Dan ini yang paling banyak. Berangkat bepergian memakai privat jet. Datang ke luar negeri hanya untuk sarapan. Dan Makan satu mangkok seharga puluhan juta. Akhirnya kekayaan itu menjadi sesuatu yang jelek untuknya dimata Allah Swt. 


وَهُوَ شَرٌّ لَهُ عِنْدَ اللهِ وَأَسْوَأُعَاقِبَةً


Oleh karenanya terkadang Allah memberi keadaan yang keadaan itu sebenarnya tidak kita sukai tapi itu baik untuk kita. Dan terkadang sesuatu itu kita sukai tapi itu tidak baik bagi kita. 


وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡئًا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡ 


Artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia lebih baik bagimu.”


Terkadang kita diberi kesehatan tapi kesehatan itu tidak baik bagi kita. Sebagaiman fir’aun yang diberi kesehatan oleh Allah Swt tapi kesehatannya tidak bisa menjadikannya baik. Karena Fir’aun Tidak pernah sakit selama 400 tahun. Pilek, kedutan, pusing dan bersin tidak pernah. Sampai menjadikannya lupa bahwa itu berasal dari Allah Swt dan dia sendiri malah mengaku tuhan. 


Oleh karena itu keadaan yang manusiawi adalah manusia diberi sakit. Bahkan ada orang-orang yang sudah sangat jelas dekat dengan Allah Swt, tapi oleh Allah Swt, beliau-beliau diuji sakit. 


Sebagaimana Mbah Yai Arwani Kudus. Dulu diuji oleh Allah Swt sakit. Padahal muridnya yang hafidz dan alim ratusan. Tapi beliau diakhir hidupnya diuji sakit stroke dan bertahun-tahun. Abah pernah cerita saat sowan dan sambang Mbak yang mondok di Kudus. Mbah Yai tidak “ngendikan” apa-apa. 


Di Kajen ada Mbah Kiai Abdullah Salam yang dikenal dengan sebutan Mbah Dullah. Paman dari Kiai Sahal Mahfudz. Saat saya mondok posoan di Kajen, beliau masih hidup. Diuji oleh Allah Swt diuji oleh Allah Swt sakit stroke. 


Orang hebat-hebat oleh Allah Swt, diberikan cobaan dan bala’ yang besar-besar. 


Mbah Dullah pernah akan dimaling ayamnya di pekarangan beliau. Ternyata orang yang mau mencuri ini, terpeleset di Jumbleng atau sepiteng. Oleh santri-santri di kepung. Sampai Mbah Dullah keluar, dan bertanya, “Ada Cung kok ramai-ramai, Cung?”. Para santri menjawab, “Ada Maling Mbah, mau mencuri ayam Jenengan!”. Mbah Dullah dawuh, “Jarne Cung, Jarne, Maling e ora salah, sing salah aku kok ngingu pitek!!”. 


Inilah gambaran orang yang khusnudzannya kepada Allah Swt sudah pada level yang tinggi. Sampai tidak ada rasa untuk menyalahkan orang lain. Oleh karenanya ketika kita mendapat bala’ atau ujian seperti pencurian, tertipu, yang paling baik tidak perlu  dicari. Kalaupun berusaha harus mencari orang atau pelakunya, jangan karena marah dan dendam, tapi agar tertangkap dan orang lain terhindar dari penderitaan yang sama. 


Oleh karena itu kita harus selalu khusnudzan kepada Allah Swt, karena Dia lah yang selama ini sudah memberi dan selalu berbuat baik kepada kita. Hanya karena dia suatu ketika memberi satu keburukan, jangan sampai menjadikan kita suudzaan atau bahkan sampai protes. 


Kewajiban kita sebagai hamba adalah menata hati untuk selalu berhusnudzan kepada Allah Swt, walaupun saat-saat kita diberi bala’ dan ujian dari-Nya. Walaupun terasa sakit bala’ tersebut, kita harus tetap yanin bahwa sesungguhnya Allah Swt adalah Dzat yang selalu memilihkan yang terbaik kepada kita. Dzat yang menguji dan memberikan bala’ itu adlaah Dzat yang selama ini selalu memberi yang terbaik, sehingga bala’ tersebut tentu adalah yang terbaik. 


Sebagaimana hikmah Ke-115 yang disebutkan dalam Al-Hikam: 


لِيُخَفِّفْ أَلَمَ الْبَلَاءِ عَلَيْكَ عِلْمُكَ بِأَنَّهُسُبْحَانَهُ هُوَ الْمُبْلِيْ لَكَ، فَالَّذِيْ وَاجَهَتْكَ مِنْهُالْأَقْدَارُ هُوَ الَّذِيْ عَوَّدَكَ حُسْنَ الْاِخْتِيَارِ 


Artinya: “Semestinya terasa ringan kepedihan ujian (bala') yang menimpa kepadamu, karena Engkau mengetahui bahwa Allah yang mengujimu. Sebab Dzat yang menurunkan ujian (bala') kepadamu adalah Dzat yang biasa menurunkan kebaikan kepadamu.”(*)



-Disarikan dari Ngaji Hikam Setiap Malam Selasa oleh KH. Mohammad Idris Djamaluddin di Masjid Bumi Damai Al-Muhibin Tambakberas Jombang, 29 September 2025.

Posting Komentar untuk "Ngaji Hikam Hikmah Ke-115 "