Tambakberas 1825-2025 (1)
Tepat pada tahun 2025 ini dalam hitungan kalender masehi Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas telah menapaki usia ke 200 tahun atau menggenapkan diri menjadi 2 Abad. Artinya secara matematik hitungan pada tahun ini juga, santri-santri Tambakberas telah masuk dan menjadi santri Abad Ke-3.
Kalau boleh melihat kebelakang. Pondok Ini adalah pesantren yang didirikan oleh seorang Kiai yang alim bernama Kiai Abdus Salam. Beliau datang ke Tanah Jombang yang ditulis di sejarah tambakberas dan dishahihkan oleh Buku Laskar Ulama Santri & Resolusi Jihad Karya Zainul Milal Bisawie bahwa Mbah Abdusalam merupakan salah seorang panglima dari Pangeran Diponegoro.
Memang jika merujuk pada catatan sejarah pada tahun 1825 itulah, Perang Jawa atau The Java War (1825-1830) yang dinahkodai oleh Diponegoro Pecah. Sebuah perang terbesar yang mampu menguras habis seluruh akomodasi belanda sehingga mereka memberlakukan kebijakan culturuurstelsel atau tanam paksa untuk mengembalikan modal dan saldo yang habis karena perang Jawa.
Pada saat itulah, muncul sebuah strategi brilian yang mengubah arah peperangan dari perang fisik menjadi perang kultural. Dimana seluruh pasukan dan panglima-panglima Pangeran Diponegoro dipecah untuk disebar ke desa-desa untuk membentuk satuan-satuan pasukan. Membuat pesantren-pesantren. Bergrilya mengkader santri yang jika saat nya datang mereka telah siap untuk peperangan yang jauh lebih besar.
Dengan strategi inilah seluruh pasukan Pangeran Diponegoro terpencar namun dengan tetap satu misi memerangi penjajahan. Dan karena itulah mereka membuat satu isyarat berupa pohon sawo yang ditanam di depan rumah sebagai tanda bahwa mereka adalah bagian dari “Laskar Diponegoro”.
Strategi itu terbukti berhasil karena semua laskar tersebut memang terpisah tapi masing-masing telah memiliki satuan barisan santri. Sebagaimana di Magetan ada Pesantren Takeran yang didirikan oleh Kiai Kasan Ngulama Pemimpin Tarekat Syatariyah yang merupakan putera dari Kiai Khalifah pengitkut setia Pangeran Diponegoro.
Semasa dengan Kiai Khalifah, ada Kiai Abdurahman yang mendirikan masjid di daerah Tegalrejo, Semen, Magetan. Di Daerah Kediri terdapat Pondok Kapurejo yang didirikan oleh Kiai Hasan Muhyi yang pasca peperangan beliau bergrilya ke Gunung Lawu, Wilis dan Kelud. Dari Pesantren Kapu ini lahir beberapa pesantren besar seperti pesantren Kiai Nawawi yaitu Pondok Ringunagung Kepung Keidiri. Kiai Ahmad Sangi merintis Pondok Jarak Plosoklaten. Dan Kiai Sirojudin mendirikan Pesantren Jombangan.
Dan masih banyak lagi pondok yang bertaut nasab ideologi dengan Pangeran Diponegoro. Termasuk Tambakberas yang didirikan oleh Kiai Abdusalam yang secara nasab adalah putera Syekh Abdul Jabar (Singgahan Tuban) bin Abdul Halim (Pangeran Benowo) bin Abdurahman (Joko Tingkir).
Kelak dari Bumi Tambakberas inilah atau dari silsilah Mbah Abdusalam inilah lahir pondok-pondok besar di Jombang. Seperti Pondok Keras. Pesantren Tebuireng, dan Denanyar. Dari rahim Tambakberas pula dulu kita mengenal nama-nama seperti Kiai Hasbullah, Kiai Asyari, Kiai Said, Kiai Abdul Wahab Hasbullah, Kiai Hasyim Asyari, Kiai Bisri Syansuri, Kiai Abdurahman Wahid, dan segudang Kiai-kiai yang menghiasi cakrwala Nasionla.
Dari Pondok yang asalnya berbama Selawe karena santrinya selalu Selawe setiap tahun. Manjadi pulujan. Menjadi ratusan. Menjadi ribuan. Menjadi puluhan. Menjadi ratusan ribu. Dan sampai jutaan. Semua bertaut nasab Ideologi dengan Pangeran Diponegoro. Oleh karenanya benar satu aforisma dikutip oleh Eramuslim dalam Untold Story Of Diponegoro bahwa, “Mati satu Diponegoro, Tumbuh Seribu Diponegoro”.
Selama 2 Abad Tambakberas-ku, Semoga Jaya Abadi dan Harum Namamu. Santrimu Semoga Selalu Istiqomah dan Bermanfaat. Salam.
-Ditulis setelag dua hari pasca puncak acara 2 Abad Tambakberas, Senin 27 Oktober 2025.

Posting Komentar untuk "Tambakberas 1825-2025 (1)"