Ngaji Hikam Hikmah Ke-84 & 85

Syekh Ibnu Athaillah berkata dalam kitab Al-Hikam nya:

قَالَ الشَّيْخُ أَحْمَدُ بْنُ عَطَاءِ اللهِ السَّكَنْدَرِيُّ : مَتَى رَزَقَكَ الطَّاعَةَ وَالْغِنَى بِهِ عَنْهَا فَاعْلَمْ أَنَّهُ قَدْ أَسْبَغَ عَلَيْكَ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً 
Artinya: “Ketika engkau diberi anugerah ketaatan, dan engkau memandang Allah sang pemberi nikmat, dan bukan memandang pada taat. Maka ketahuilah sesungguhnya Allah telah mencurahkan seluruh nikmat-Nya yang lahir dan batin”. 
Kenikmatan yang sempurna dan agung adalah kenikmatan yang menjurus kepada ketaatan kepada Allah. Umumnya orang menganggap bahwa kenikmatan jika uangnya banyak, rumahnya bagus, badannya sehat, tokonya laris, dan isterinya cantik. Pendeknya Segala hal yang berkaitan dengan kenikmatan jasmani kita anggap sebagai sebuah kenikmatan. 

Padahal kenikmatan yang hakiki sesungguhnya adalah kenikmatan yang menjurus kepada ubudiyah kepada Allah Swt. Apa itu kenikmatan yang hakiki?. Apabila kita diberikan nikmat ketaatan kepada Allah berupa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. 

Ketaatan contohnya seperti istiqomah mengaji malam selasa. Rajin berjamaah, nderes Alquran, rajin wiridan thoriqahnya. Seseorang yang diberi satu jenis ibadah yang dilakukan secara istiqomah, hal itu lebih baik daripada dua ribu karomah. Dikatakan, "Al-Istiqomah khoirun min Alfai karomatin". 

Kebanyakan kita jika mengamalkan satu amalan agar cepat-cepat mendapat karomah. Wiridan dengan guru yang hebat-hebat tapi tujuannya agar mengetahui hal-hal luar biasa. Karomah adalah hal luar biasa yang diberikan kepada para wali. Sedangkan bagi para nabi disebut mukjizat.

Karomah diantara contohnya adalah : dapat melipat waktu, dapat melipat jarak. Sholatnya di Masjidil haram dalam satu kedipan Dsb. Jika ziarah wali dapat bertemu dengan wali yang diziarahi. Padahal karomah-karomah tersebut semuanya adalah tuntutan nafsu. Sedangkan tuntutan Allah adalah agar kita beribadah secara istiqomah. Yang  istiqomah tersebut lebih utama daripada 2000 karomah. 

Ada juga karomah bisa bertemu bidadari seperti Syeku Junaid. Padahal bertemu bidadari di dunia ini sangatlah tidak enak. Saat mondok dulu saya dapat cerita bahwa Kiai Makhrus Ali pernah mimpi bertemu bidadari. Setelah mimpi kemudian didekati Bu Nyai. Beliau sampai muntah-muntah. Ternyata tidak sama wanginya perempuan surga dan aroma perempuan dunia. Bidadari diceritakan dalam hadist-hadist jika meludah di satu kali, maka semua kali di dunia menjadi wangi. 

Semua karomah-karomah yang disebutkan di atas keutamaannya tidak  lebih utama dibanding 1 amalan yang istiqomah. Abah Djamal itu memiliki amalan istiqomah membaca Dalail. Saking istiqomahnya membaca Dalail, jadi ketika kelupaan atau ada uzur, maka membacanya diqadla.

Pernah satu ketika umrah bersama saya, karena agenda umrahnya padat sampai wirid dalail-nya terlewatkan dan sambat, "Dalail ku korat-karit". Ketika pulang semua wirid Dalail itu diqadla. Orang yang saking istiqomahnya. Meninggalkan perkara sunah, seperti meninggalkan perkara wajib sampai diqadla. 

Pertamyaannya adalah kenapa 1 ibadah istiqomah bisa mengalahkan 2000 karomah?. Karena ibadah istimqomah yang menuntut adalah Allah Swt. Sementara karomah adalah tuntutan nafsu. 

Amal yang sedikit yang istiqomah lebih baik daripada banyak tapi tidak istiqomah. Belajar atau mutholaah yang baik adalah yang sebentar tapi istiqomah setiap hari. Hasil pintarnya yang istiqomah berbeda dengan yang belajar banyak hanya saat ujian. Karena sebaik amal adalah yang sedikit tapi istiqomah. 

Imam Ghazali menggambarkan bahwa amal yang banyak tidak istiqomah ibarat air 1 tong yang diguyurkan ke batu bata. Air batanya bersih tapi tidak ada efek setelah itu. Sebentar lagi akan kotor kembi. Berbeda dengan apabila tongnya dilubangi dan diberi air penuh. Setelah itu dibawahnya diberi batu bata. Kemudian batu bata akan berlubang karena terus menerus diairi dari tong. Maka akan ada atsar pada batu bata tersebut. 

Begitu juga amal apabila istiqomah dan dilakukan terus menerus. Atsarnya sangat besar di dalam hati. Sama halnya dengan batu bata tersebut. Itulah sedikit amal tapi bisa istiqomah. 

Oleh karena itu apabila ingin memulai amal jangan terlalu banyak dulu. Semisal mau merutinkan mengamalkan membaca Alquran. Jangan langsung 1 juz. Besoknya tidak baca. Mulai dari 5 halaman dulu. Terus sampai 3 atau 5 tahun. Kalau lupa diqadla. Sampai amalan itu mapan dan istiqomah baru ditambah. Begitu juga ketika belajar shalat lail. Sholat witir misalkan yang bilangannya 1 sampai 11 rokaat. Maka jangan langsung 11 rokaat. Mulai dari satu rokaat saja dulu. Seperti Sahabat Abdullah bin Abas yang tidak pernah sholat witir lebih dari 1 rokaat. Sampai beliau tidak meninggalkan witir walaupun dalam perjalanan. Jika ikut Sayidina Abu Bakar maka waktunya diakhir malam setelah tidur. 

Berbeda dengan Sayidina Umar beliau witirnya di awal sebelum tidur. Tepatnya setelah bakdiyah isyak langsung witir. Jika malamnya bangung kemudian tahajud. Walaupun tidak afdal apa yang dilkukan Sayidina Umar ini lebih mungkin terlaksana. Daripada mencari yang afdal tapi tidak terlaksana dan tidak istiqomah.

Dulu ketika di pondok saya  termasuk yang sulit dibangunkan. Jika tidak Abah yang bangunkan sulit untuk bangun. Sampai Abah ketika saya berangkat mondok diijazahi agar membaca Laqadja 3x. Dan meminta kepada Allah dibangunkan pada jam yang diinginkan. Seringkali dituruti oleh Allah. Pertanyaannya kalau sudah bangun?. Apakah hanya bangun?. Buang khajat saja?. Atau sholat?. Karena terkadang yang tidak terima ketika kita bangun malam adalah nafsu. Dan setelah kita dibangunkan oleh Allah Swt sholat atau tidak diserahkan kepada nafsunya masing-masing.

Amal taat yang istiqomah diatas adalah amal-amal lahir, sehingga apabila badan kita diberi kekuatan melakukan ketaatan dan meninggalkan larangan maka itu adalah sebagian dari nikmat lahiriyah yang hakiki. 

Meninggalkan maksiat juga perkara yang berat sampai apabila mampu melakukannya secara hukum syar'i maka mendapat pahala. Karena yang namanya haram adalah apabila dilakukan mendapat dosa dan jika ditinggalkan  mendapat  pahala. 

Oleh karena itu dalam konsep ushul fiqih nya Kiai Sahal barang mubah adalah perkara  yang dapat mengundang pahala karena meninggalkan maksiat. Contoh barang mubah adalah ngomong-ngomong sama temannya dan ngopi-ngopi. Yang apabila dia keluar malah bermaksiat.

Saking beratnya meninggalkan barang haram sampai kemubahan bisa bernilai  mendapat pahala jika tujuaanya meninggalkan keharaman. Begitu juga anak pondok yang di rumah yang terkadang tidur saja. Yang penting sholatnya dijaga. Terkadang itu adalah langkah daripada keluar malah bermaksiat. Melakukan perkara mubah untuk meninggalkan keharaman. 

Apalagi meninggalkan maksiat mata dan mulut yang sangat berat. Sehingga apabila kita dapat meninggalkan maksiat dan melakukan ketaatan itu adalah suatu kenikmatan lahir yang sempurna. Kesempurnaan yang lain adalah apabila batin kita tidak bergantung pada amal taat tersebut dan hanya bergantung kepada Allah. Secara dzohir dapat melakukan taat dan secara batin tidak bergantung pada ketaatan tersebut melainkan hanya bergantung kepada Allah Swt. Jika bisa taat saja maka kesempurnaanya sebagian. Tapi jika ditambah dengan hatinya  tidak bergantung pada amal itu untuk mencapai cita-citanya dan hanya bergantung pada Allah maka itulah kenikmatan yang sempurna. 

Seorang ada yang pada tingkatan abror dan ada yang pada tingkatan shidiqin. Abror adalah orang yang amalannya kebanyaakan amal lahiriyah dengan cita-cita selamat dari neraka dan masuk surga. Yang untuk mencapai cita-cita tersebut tidak bergantung pada ketaatannya. Dan hanya bergantung pada Allah Swt. 

Mengapa begitu?. Karena suatu amal banyak penyakitnya. Sholat kalaupun sudah mampu khusyuk belum tentu bisa ikhlas dari penyakit ujub, riya, sumaah dsb. Karena menjaga ikhlasnya amal lebih berat daripada amal. Amal ikhlas sudah berat tapi menjaga konsistensi amal lebih berat karena harus dijaga sampai mati. 

Terkadang seorang sudah beramal dan ikhlas. Tapi 20 tahun kemudian cerita. Oleh karena itu cukuplah bergantug kepada Allah dengan berdoa yang diajarkan Nabi kepada Sayidah Aisyah: 

اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ

Artinya : Ya Allah kami minta ridla dan surga dengan rahmad-Mu bukan karena amalku, dan jauhkanlah kami dari murkamu dan neraka dengan rahmad-Mu bukan dengan ibadahku. Karena sesungguhnya kita hanya bisa : 

لا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ

Kita bisa istiqimah ngaji karena pertolongan Allah. Tanpa pertolongan-Nya tidak akan bisa. Juga amal-amal seperti jamaah, shodaqah, memberi konstribusi dsb. Oleh karena itu dalam menggapai surga-Nya dan menjauhi neraka-Nya. Kita tidak bisa apa-apa karena yang memasukan bukan amal tapi  Allah. Amal hanya alamat dan sebabnya.

Santri juga seperti itu, jangan bergantung pada mempengnya sendiri. Mempeng nya harus. Tapi dalam hal keberhasilan ilmu harus menangis minta kepada Allah Swt. Sudah mempeng belum pasti punya ilmu yang manfaat dan pintar. Mempeng harus dilakukan tapi  wushulnya ilmu harus bergantung kepada Allah. 

Punya toko dapat laba. Jangan bergantung pada toko dan laba. Semua hanya sabab. Karena yang memberi adalah Allah. Usaha yang tawakalnya sungguh-sungguh adalah petani. Begitu sudah tebar benih ya sudah. Mereka tawakal. Sampai Nabi dawuh, "Rezeki yang utama adalah dari pertanian, tapi 90% rezeki dari perdagangan". 

Mengapa pertanian utama rezekinya?. karena orangnya tawakal-tawakal. Dan orang tani hukumnya fardlu kifayah. Mereka Menjadi lantaran hidupnya orang banyak. Sampai digambarkan Sayidina Umar bahwa orang yang tawakal adalah orang yang menyebarkan benih kemudian tawakal. Kita hidup di dunia ini juga seperti petani. Apa yang kita tanam  akan kita panen di akhirat. 

من كان يريد حرث الآخرة نزد له في حرثه

Siapa yang mengharap tanaman akhirat maka dia didunia diberi dan diakhirat ditambah. Yaitu orang yang amal dengan ikhlas dan bergantung kepada Allah. Sebaliknya siapa yang mengharap tanaman dunia juga akan diberi tapi di akhirat tidak diberi apapun.

Oleh karena itu Nabi menggambarkan bahwa dunia ini tidak sebanding dengan separonya sayap lalat nilainya di sisi Allah. Akan tetapi karena disisi Allah rezeki itu tidak ada nilainya. Sehingga digambarkan dengan separo lalat pun tidak seimbang sehingga orang kafir diberi banyak. 

Allah membalas kebaikan yang ada di dunia. Oleh karena itu orang-orang non muslim yang melakukan kebaikan di dunia mendapat balasan atas kebaikannya langsung di dunia ini. Tapi khusus bagi orang mukmin balasnya dua kali. Sekarang dibalas di dunia dan besok di akhirat juga dibalas. Bahkan terkadang karena kebijakan Allah semua balasan diberikan di akhirat. Atau di dunia diberi sedikit dan sisanya diberikan di akhirat yang banyak. 

Dunia hanyalah bujukan semata. Dunia adalah yang membohongi karena tidak lepas dari harta, kedudukan dan pengaruh. Kedudukan di dunia membuai. Dulu kita memiliki Presiden Sukrno yang namanya harum pada tahun 1945-1965. Bahkan mengispirasi negara-negara Afrika untuk merdeka. Dan bisa menyaingi rusia. Tapi setelah jatuh dari kedudukannya biau diasingkan. Kita juga memiliki presiden yang kuat yaitu Bapak Suharto selama 32 tahun menjabat sebagai presiden. Tapi dapat dilihat pada akhir hidupnya. 

Begitu juga harta yang bisa dinikmati darinya adalah yang bisa dijangkau seperti makanan dan minuman yang apabila terus dituruti akan berefek pada kesehatan. Oleh karena itu orang dulu pintar menjaga harta. Apabila mendapat rezeki banyak  dirupakan aset yang tidak turun nilainya. Dijelaskan dalam kitab Shoheh Bukhari banwa menanam tananaman yang bisa dinikmati orang lain dan anak cucu adalah bagian dari shodaqah. Bisa mangga, durian, nangka, dsb.

Siapapun yang menikmati tanaman itu menjadi shodaqahnya yang menanam. Sampai hewan-hewan bahkan yang tidak hidup karena dia memproduksi oksigen. Tapi investasi ini tidak pernah dinilai sebagai investasi yang tinggi. Sehingga apabila diberi Allah rezeki banyak tidak dihambur-hamburkan dan berpikir mungkin itu adalah untuk anak. Supaya tidak habis dirupakan aset seperti tanah.  Uangnya sedikit, tapi banyak asetnya. 

Ibu Nyai Churriyah Fattah wafat tahun 2000 dan tirkahnya yang berupa emas tidak ada segenggam tangan. Padahal uangnya banyak dan berkesempatan membeli itu. Kok tahu?. Karena yang membeli seluruh tanah di Al-Muhibin, Fattah Hasyim, dan Sambong semua adalah Ibu Nyai Churriyah. Begitu wafat secara finansial uangnya sedikit tapi asetnya dimana-mana. 

Apalagi punya suami Kiai Djamal yang alim dalam melanggengkan aset tersebut. Dimana tanah yang dibangun pondok tidak boleh diwaris tapi diwakafkan. "Sing dadi pondok gak usah diwaris, ben dadi jariyahe Ibukmu". Kata Abah saat itu.

Uang apabila di taruh saja di bank itu sudah habis karena terkena inflasi atau Penurunan mata uang. Abah ketika membeli tanah Muhibin ini kalau tidak salah tahun 1985-1990 harganya hanya Rp. 60.000 per meter. Sekarang di sebelah Muhibin saya membeli tanah harga per meternya 2.500.000. 

Kadang punya rezeki banyak dihamburkan dibuat rumah besar. begitu wafat dibuat royokaan dan disengketakan sampai tidak ada yang menempati dan rusak sendiri. 

  الدنيا تغُرُّ وتفرُّ وتمُرُّ

Dunia datang hanya menipu, lari dan hanya lewat saja. 

Kita apabila lahirhya bisa melakukan amal dan hatinya tidak bergantung pada amal tersebut dan bergantung hanya kepada Allah maka itu adalah tanda kita diberi kenikmatan yang sempurna. 

Sesungguhnya hanya dua hal yang diminta oleh Allah dari hamba-hamba-Nya; yaitu lahir (badan)-nya menjalankan perintah Allah, dan batin (hati)-nya bergantung kepada Allah. Barang siapa yang telah diberi keduanya, maka Allah telah menyempurnakan nikmat-Nya. 
 
قَالَ الشَّيْخُ أَحْمَدُ بْنُ عَطَاءِ اللهِ السَّكَنْدَرِيُّ : خَيْرُ مَا تَطْلُبُهُ مِنْهُ مَا هُوَ طَالِبُهُ مِنْكَ 

Artinya: “Sebaik-baik sesuatu yang engkau minta dari Allah, adalah sesuatu yang diminta oleh Allah darimu”

Sebaik-baik sesuatu yang engkau minta kepada Allah adalah yang diminta Allah darimu, seperti; istiqamah dalam beribadah, ikhlas, khusyu' dan lain-lain. Ini semua lebih utama daripada permintaanmu kepada Allah untuk memenuhi keinginan nafsumu, baik nafsu dunia maupun nafsu akhirat.
Syekh Abul Qasim Junaid Al-Baghdadi pernah berdoa: “Ya Allah, jadikan keinginanku sebagaimana yang Engkau inginkan. Dan janganlah Engkau jadikan keinginan-Mu, apa yang aku minta dari-Mu”. 

Kita semua boleh meminta apapun kepada Allah asalkan yang baik-baik. Misal minta, "Ya Allah jadikanlah hasil panen saya bagus". Boleh, tapi harus diteruskan, "Untuk bekal ibadah kepad-Mu". Atau meminta badan sehat dan akal cerdas, tapi yang baik diteruskan agar bisa ibadah kepada Allah. Begitu juga doa meminta kesembuhan agar sehat dan kuat. Bagus tapi yang baik ditambah untuk ibadah kepada Allah. Semua itu boleh dimintakan kepada Allah walaupun sifatnya adalah khududun nafsi atau kepentingan nafsu dan duniawi. 

Jika permintaan akhirat seperti selamat siksa kubur, selamat dari neraka, dan masuk surga semua itu juga tuntutan nafsu. Baik yang diniawi maupun yang ikhrawi.  

Akan tetapi meminta yang baik adalah yang dituntut Allah yaitu bisa istiqimah, iman, takwa, ikhlas, menjadi orang sholeh. Sampai doanya : 
اللهم اعطني محبتك ومعرفتك

Mahabah dan makrifat adalah tuntutan Allah. Juga doa yang diajarkan Abah Djamal kebanyakan adalah doa yang bukan diminta oleh nafsu tapi yang diminta oleh Allah. 

Lalu apakah boleh meminta atau berdoa dengan tuntutan nafsu?. Boleh tapi harus ditambah untuk beribadah kepada Allah Swt. Oleh karena itu apabila kita punya keinginan mintalah kepada Allah dan ditambah dengan apa yang diinginkan Allah dari kita. Sebaik-baik doa adalah doa yang diminta Allah dari kita. (*)

- Disarikan dari Pengajian Al-Hikam setiap Malam Selasa oleh KH. Mohammad Idris Djamaluddin di Masjid Bumi Damai Al-Muhibin Tambakberas Jombang 27 Mei 2024. 
 


Posting Komentar untuk "Ngaji Hikam Hikmah Ke-84 & 85"