Ngaji Bab Birul Walidain dan Hikmah

Berbuat baik kepada orang tua atau birul walidain sangat besar pahala dan keutamaannya. Sampai dalam sebuah hadist yang bersumber dari kitab Tanbihul Ghafilin karya Abu Laist Al-Samarqandli disebutkan bahwa orang yang birul walidain lebih dicintai oleh Allah daripada ibadah dua ribu tahun. Hadist tersebut fadilahnya luar biasa. Sampai kalau dihitung secara matematika mengalahkan fadilah Lailatul Qadar yang dinash dalam Alquran.

Jika kita mendapati hadist-hadist Fadailul Amal atau hadist keutamaan amal seperti ini, ada dua hal yang perlu kita lakukan yaitu mengechek status hadist. Apakah hadist tersebut statusnya shahih, hasan (bagus / baik), Dhaif (lemah), atau bahkan maudlu' (palsu). Apalagi jika kita menjadi orang yang diikuti oleh banyak orang dan menjadi da'i. Maka harus tahu benar kapasitas hadist yang disampaikan.

Tentang hadist Shahih dan Hasan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama untuk dijadika hujjah. Akan tetapi berbeda dengan hadist dhoif yaitu  hadist-hadist yang tidak mencapai derajat shahih dan hasan karena sanad yang mungkin tidak disambung awal sampai akhir, atau perawinya yang tidak adil atau mengandung cacat syadz.

Dalam khazanah ahlu sunah wal jamaah semua ulama sepakat bahwa hadist dhoif tidak bisa  digunakan sebagai hujah hukum tentang halal dan haram. Akan tetapi untuk Fadailul Akmal atau keutamaan beramal seperti fadilah birul walidain di atas, ada dua pendapat. Pendapat pertama  penggunaan hadist dhaif ditolak atau tidak diterima. Sedangkan pendapat kedua menerima hadist dhaif dapat dijadikan hujah khusus untuk fadailul amal.

Pendapat yang memperbolehkan ini diantaranya adalah pendapat Imam Ahmad bin Hambal, Abdullah bin Mubarak, Abdurahman al-Mahdi, Sufyan al-Tsauri, dan Sufyan al-Uyainah. Dengan demikian jika kita menyampaikan suatu hadist kita harus mengetahui status hadist tersebut sehingga apa yang kita sampaikan tidak sampai hadist dhaif atau bahkan Maudlu'.

Diantara hadist dhoif tentang pentingnya amal yang ikhlas sebagaimana dalam kitab Al-Uhud Al-Muhammadiyah halaman 13  adalah hadist :

من أخلص عبدة أربعين يوما ظهرت ينابيع الحكمة من قلبه على لسانه. (رواه أبو نعيم بسند ضعيف عن أبي أيوب)

Artinya : Barangsiapa beribadah dengan ikhlas karena Allah selama 40 hari maka akan muncul dan mengikutinya hikmah dari hatinya melalui lisannya. (Riwayat Abu Nuaim dengan sanad dhoif dari Abu Ayub)

Walaupun hadist di atas bersanad dhoif tapi dapat kita buktikan bahwa orang yang ikhlas sampai 40 hari maka keluar dari lisannya hikmah yang bermuara dari hatinya. Oleh karena kita kadang menyaksikan ada Kiai jika memberi nasehat kepada santri atau anaknya mudah sekali diterima dan diamalkan oleh santrinya. Hal itu karena memang Kiainya ikhlas dalam amal-amalnya. Sehingga Allah menaruh hikmah di dalam hatinya dan keluar melalui lisannya.

Kita sebagai orang tua juga seperti itu. Coba untuk beramal sholeh dengan ikhlas selaama 40 hari. Setelah 40 hari beramal coba digunakan untuk menasihati anak. InsyaAllah anak akan taat. Jika diqiyaskan dengan 40 kali juga bisa. Misalkan mengamalkan 40 kali ngaji dengan istiqomah dan ikhlas. Maka darisana kita akan mendapatkan hikmah di dalam hati. Dalam hadist yang lain yang membahas hikmah adalah hadist :

 رأس الحكمة مخافة الله

Bahwa pokok dari hikmah adalah takut atau bertakwa kepada Allah. Orang hang senantiasa bertakwa kepada Allah dia akan mendapat hikmah. Dalam satu keterangan dijelaskan apa itu hikmah?. Hikmah adal al-Ilmu Nafi'. Atau ilmu yang bermanfaat. Orang yang mendapat hikmah berarti fia mendapat ilmu yang bermanfaat. (*)

- Disarikan dari Ngaji Malam Senin Oleh KH. Abdur Rosyad, 28 April 2024 di Pondok Ar-Roudloh Jerukwangi. 

Posting Komentar untuk "Ngaji Bab Birul Walidain dan Hikmah"