Ngaji Hikam Bab Perkara yang dapat Menerangi di Alam Kubur

Malam selasa ini (22/01/2024) adalah Malam Selasa Menjelang Haul Ke-2 Abah KH. Moch. Djamaluddin Ahmad dan Rojabiyah 2024. Inti pembahasan mengenai Haul yaitu untuk mengingat kematian. Orang yang di-hauli adalah pribadi yang sudah selesai karena tugas mereka telah paripurna. Lalu bagaimana dengan kita  yang hadir haul?. Semisal jika ajal tiba-tiba menjemput kita  sebagaimana disebutkan : 

لكل أمة أجل إذا جاء أجلهم فلا يستأخرون ساعة

Bahwa semua orang akan menemui kematian, ketika ajalnya telah datang maka tidak bisa ditunda barang sedetikpun. 

Orang yang di hauli mereka adalah pribadi yang atsar-nya sudah terlihat. Seperti Abah Djamal misalnya meninggalkan santri sebanyak ini. Setiap bakda shalat di fatihahi. Setiap malam jumaat dihadiahi tahlil dsb. Sementara kita yang masih hidup bagaimana?. Oleh karena itu Syekh Ibnu Hajar al-Atsqalani menjelaskan ada beberapa perkara yang bisa menerangi alam kubur seseorang yang telah wafat yaitu : 

1- Al-Ikhlasu Fil Ibadah atau Ikhlas dalam beribadah

Ada pertanyaan mengapa ikhlas dapat menyelamatkan kita di alam kubur?. Dalam surat al-Asr terdapat  ayat yang inti artinya adalah, "Sesungguhnya semua orang dalam keadaan rugi, kecuali bagi orang yang beriman dan orang yang beramal sholeh:  yaitu Sholat, Puasa, haji, wakaf, infaq, dsb. Nah Amal sholeh yang bagaimana yang dapat diterima Allah?. Yaitu amal sholeh yang ikhlas. 

Pertama jika ingin selamat maka harus iman kepada Allah. Kedua harus beramal sholeh dengan ikhlas. Karena itu mutlak sebagai syarat penyelamat. Sementara syarat keduanya adalah amal sholeh yang ikhlas. Syekh Hamid Alafaf pernah berpesan : Allah jika menghendaki kepada hambanya agar menjadi hamba yang rusak maka dia diuji dengan 3 perkara yaitu:

1) Diberi ilmu tapi tidak diamalkan. Contoh sederhana tahu bahwa mengambil milik orang lain hukumnya haram tapi tetap mencuri. Dia  tidak mampu mengendalikan dirinya untuk mengamalkan ilmunya. Padahal dia mengetahui hukumnya. 

2) Diberi oleh Allah kesempatan bergaul dengan orang sholeh tapi tidak mampu menunaikan hak-hak orang sholeh tersebut yaitu tidak mau mengamalkan apa yang diamalkan orang-orang sholeh. Tingkah lakunya tidak mencerminkan sebagaimanan dia bergaul dengan orang sholeh. 

Imam Ghazali pernah bercerita bahwa Nabi Isa ketika akan berdakwah diikuti oleh umatnya dari kalangan khawariyun yang berjumlah satu orang. Orang itu dititipi Nabi Isa 3 roti sebagai bekal dalam perjalanan. Ketika Nabi Isa sholat, oleh Khawariyun-nya ini satu roti sudah dimakan. Ketika Nabi Isa selesai sholat. Dia diajak makan oleh Nabi Isa. Ketika dibagi satu-satu, harusnya masih ada satu.  Tapi  ketika dibuka hanya tinggal 2.

Ketika ditanya mana yang satu?. Dia hanya menjawab, "Tidak ada Nabi Isa, saya hanya membawa dua roti titipanmu". Nabi Isa kemudian menanggapi dengan hanya diam. Setelah itu berjalan lagi dan bertemu orang buta. Orang itu diusap matanya oleh Nabi Isa dan sehat. Khawariyunnya bertanya, Kok bisa Nabi Isa?. Beliau hanya menjawab itu adalah takdir dan Fadilah dari Allah. Kemudian Nabi Isa bertanya, "Aku tanya kepadamu siapa yang makan roti?". Penderek itu menjawab, "Bukan saya Nabi Isa!". 

Lanjut pada perjalanan sampai pada kali yang tidak ada jembatannya. Sedangkan kalinya lebar dan dalam. Akhirnya orang itu digandeng Nabi Isa dan bisa berjalan di atas air. Akhirnya penderek itu heran karena Nabi Isa bisa mengajaknya berjakan di atas air. Ketika dia tanya kepada Nabi Isa kok bisa ?. Nabi Isa menjawab, "Ini semua adalah takdir dan Fadilah dari Allah". Kemudian Nabi Isa bertanya, "Aku tanya kepadamu siapa yang makan roti?". Penderek itu menjawab, "Bukan, bukan saya Nabi Isa!". 

Perjalanan pun berlanjut sampai bertemu rusa yang akhirnya disembelih dan dimasak. Setelah dimakan dan masih sisa.  Akhirnya sisa rusa itu kembali hidup dan lari lagi. Dia heran lagi dan bertanya kok bisa Nabi Isa. Nabi Isa menjawab, "Ini semua adalah takdir dan Fadilah dari Allah". Kemudian Nabi Isa bertanya, "Aku tanya kepadamu siapa yang makan roti?". Penderek itu menjawab, "Bukan, bukan saya Nabi Isa!". 

Jalan lagi sampai jauh dan menemukan bongkahan emas yang besar sekali jumlahnya ada 3. Nabi Isa bertanya, "Kamu tahu itu apa?". Pendereknya menjawab, "Tahu Nabi Isa, itu adalah emas!, emas itu punya siapa Nabi Isa?". Nabi Isa menjawab, "Punya kita, yang satu yang besar untukku, yang besar yang kedua untukmu!". Dia bertanya, "Yang emas ketiga untuk siapa Nabi Isa?". Nabi Isa menjawab, "Untuk yang makan roti". Akhinya dia mengaku, "Saya yang makan roti Nabi Isa". 

Akhirnya penderek itu mendapat 2 emas dan ditambah 1 emas lagi dari Nabi Isa dengan syarat sudah cukup kamu tidak usah barengi Nabi Isa lagi. 

Orang ini walaupun sudah bergaul dengan Seorang Nabi tapi dia tidak bisa mengambil kebaikan dan tidak melakukan amalan orang sholeh sehingga menurut Syekh Hamid Alafaf mereka akan rusak di akhir hidupnya. Padahal temannya adalah orang-orang baik dan para kiai. 

3) Dibukakan pintu ketataan tapi dia tidak pernah ikhlas. Dia bisa ibadah tapi ibadahnya tidak ikhlas. 

Ikhlas selalu menjadi pokok dari ibadah. Sehingga orang yang tidak bisa ikhlas dia akan susah dikahir hidupnya. 

II- Birul Walidain / Taat dan Berbakti kepada Orang Tua

Orang yang berbakti kepada orang tua lebih besar pahalanya daripada jihad. Sampai Nabi pernah didatangi oleh seorang laki-laki yang ingin jihad perang bersama Nabi. Pertanyaan Nabi saat itu adalah, "Apakah kamu masih punya orang tua?". Dia menjawab, "Masih Nabi, ibuku masih hidup". Nabi kemudian memerintah orang tersebut kembali dan menyuruhnya merawat ibunya sebagai jalan jihadnya. 

Apabila kita kehilangan harta, maka harta bisa dicari. Apabila kita belum sempat belajar dan tidak punya ilmu, maka Ilmu juga masih bisa dicari. Tapi jika kita kehilangan orang tua berarti kita kehilangan kesempatan untuk jihad dan kesempatan itu tidak bisa diulang. Oleh karena itu didawuhkan bahwa birul walidain lebih utama daripada jihad. 

Disinilah pentingnya apabila kita punya anak harus diberi bekal ilmu agama. Jangan sampai memiliki anak yang Aqul Walidain atau berani kepada orang tua. Sebab di dalam rumah tangga mutlak harus memiliki bekal ilmu agama. Seorang suami jika tidak punya ilmu agama, dengan apa dia akan mendidik isterinya. Seorang isteri tanpa ilmu agama dengan apa dia akan mendidik anak-anaknya. Anak tanpa ilmu agama dengan apa mereka akan mendoakan orang tuanya. 

Oleh karena itu hati-hati jika menjadi orang tua, khususnya seorang ibu. Jangan sampai punya rasa marah kepada anak apalagi sampai dimasukan ke dalam hati. Di dalam kitab yang ditulis oleh Nasr bin Muhammad bin Ibrahim al-Samarqandi, yaitu kitab Tanbihul Ghofilin, halaman 44, diriwayatkan dari Sahabat Anas bin Malik, pada zaman Rasulullah SAW, ada pemuda yang memiliki nama Alqomah. Sahabat Alqomah ini perangainya diceritakan oleh sahabat Anas bin Malik sebagai seorang yang ahli ibadah, dan ahli shadaqah. 

Pada suatu saat Alqamah sakit keras, yang menjadikan istrinya sowan kepada Nabi. Nabi diaturi agar menegok dan tahu keadaan sakitnya Alqamah. Nabi kemudian memerintah 4 sahabat yang hebat-hebat yaitu Bilal bin Rabah, Amar bin Yasir, Salman al Farisi, dan Ali bin Abi Thalib agar melihat keadaan sahabat Alqamah. 

Setelah datang di rumah Alqamah, para sahabat melihat keadaan Alqamah yang sakitnya telah sangat parah. Empat sahabat itu pun kemudian mulai menuntun Alqamah untuk membaca asma Allah. 

Ternyata walaupun Alqamah adalah orang yang ahli ibadah, ketika dituntun oleh para sahabat yang hebat-hebat itu, Alqamah hanya diam dan tidak bisa mengucapkan apa-apa. Para sahabat itu pun mengutus sahabat Bilal untuk menghadap Rasulullah guna memberi tahu keadaan Alqamah. Sesampai di rumah Nabi, Sahabat Bilal pun berkata, bahwa Alqamah sakit telah parah dan akan mendekati wafat, tapi ketika ia dituntun untuk melafalkan asma Allah, ia tidak bisa. Apalagi mengucapkan ”La Ilaha Ila Allah”. 

Nabi kemudian memerintahkan Bilal untuk bertanya kepada istrinya apakah Alqamah masih punya orang tua. Istrinya menjawab bahwa Alqamah sudah tidak punya bapak, tapi masih punya ibu. Bilal pun sowan kepada Nabi dan menyampaikan bahwa ibunya masih ada.

Nabi pun memerintahkan sahabat Bilal untuk datang ke rumah ibu Alqamah dengan tujuan menyampaikan salam Nabi, dan kedua mengajak ibunya ke ndalem Nabi, apabila ibunya tidak mau, maka Nabi yang akan datang ke rumah Ibu Alqamah. Bilal pun pergi ke ibu Alqamah. Ia menyempaikan salam nabi, dan mengajak ibunya untuk ke rumah nabi, apabila tidak mau nabi lah yang akan datang ke rumah Ibu Alqamah. 

Mendengar itu, ibu Alqamah berkata, “Wahai Bilal, apakah pantas Nabi yang datang ke sini, aku saja yang akan sowan kepada Rasulullah”. Ibu Alqamah pun mengambil tongkat untuk sowan kepada nabi. Begitu sampai di rumah Rasulullah, Nabi bertanya kepada Ibu Alqamah, “Bu, saya akan bertanya kepadamu, saya minta Anda jujur, karena apabila Anda tidak jujur, nanti akan wahyu yang turun”. 

Nabi kemudian melanjutkan pertanyaan, “Bu, aku akan bertanya tentang Alqamah, jelaskan keadaan Alqamah?”. Ibu Alqamah berkata, “Nabi, Alqamah adalah anakku, dia adalah anak yang baik, ahli shalat, ahli puasa, dan shadaqahnya luar biasa banyak sampai tidak bisa dihitungkan”. Rasulullah bertanya lagi, “Saya ingin mendengarkan keadaanmu dengan Alqamah, yang sesungguhnya?”. Ibunya pun menjawab, “Nabi, Ibadah anak saya memang hebat, tapi saya benci sekali dengan anak saya!”. Nabi bertanya, “Kenapa Bu?”. Ibu Alqamah menjawab, “Karena Alqamah lebih memenangkan istrinya daripada daya ibunya, dan Anak saya itu taat dengan istrinya tapi tidak taat dengan saya”.

Nabi berkata, “Inilah, bencinya orang tua bisa menjadikan lisannya (anak) terkunci menyebut kalimat, ‘La Ilaha Ilaha IlaAllah’”.  Akhirnya Rasulullah berkata kepada Bilal, “Bilal, sekarang ajaklah sahabat, mengumpulkan kayu bakar yang banyak, nanti akan aku bakar Alqamah di atas api itu”. 

Mendengar itu, ibu Alqamah berkata, “Ya Rasulullah dia adalah anakku, buah dari hatiku, kenapa Engkau mau membakarnya di depanpku?. Siapa yang kuat hati untuk melihatnya?”. Nabi pun berkata, “Bu, siksa Allah lebih berat dan kekal daripada aku membakar Alqamah saat ini, oleh karena itu, apabula engkau tidak tega Alqamah aku bakar, ridlai lah anakmu, apabula kamu tidak ridla, maka dia tetap akan aku bakar”. 

Nabi kemudian bersabda, “Demi dzat yang aku ada di dalam kekuasaan Allah, seseorang apabila belum diridlai ibunya salatnya tidak ada gunanya, puasanya tidak ada manfaatnya, serta sadaqahnya tidak dirilai Allah”. Mendengar sabda Nabi itu, Ibu Alqamah langsung mengangkat tangannya dan berkata, “Ya Allah, aku bersaksi kepadamu, Kepada Rasulullah, dan siapapun yang menyaksikan aku sekarang, aku telah ridla dengan anakku Alqamah”. 

Nabi kemudian memerintahkan Bilal agar pergi ke rumah Alqamah untuk memeriksa keadaanya, karena jangan-jangan ibunya berkata seperti itu, karena berada di depan Nabi. Ketika Bilal baru sampai di depan rumah Alqmaha, Sahabat Bilal sudah mendengar syahadat Alqamah dan kemudian wafat. Lalu Bilal pun bercerita kepada sahabat-sahabat yang ada di sana. Bahwa penyebab Alqamah tidak bisa syahadat adalah karena ibunya marah kepadanya serta karena ia lebih memenangkan istrinya daripada ibunya. 

Sebaliknya orang yang mau berbakti kepada orang tua keutamaannya luar biasa. Didalam kitab ikhya diceritakan ada 4 saudara. Mereka mempunyai seorang bapak yang sakit. Saat itu keempatnya sedang musyawarah  dan mengatakan kepada siapa yang mau merawat bapak, dengan syarat tidak mendapat warisan. Ketiga saudara tidak mau. Yang mau adalah anak pertama. Akhirnya Sang Bapak dirawat sampai mati. 

Setelah beberapa hari wafat. Anak yang merawat bermimpi diberi petunjuk bahwa ada uang 100 dinar disebuah tempat dan itu adalah bagiannya. Akan tetapi apabila uang itu diambil maka uang itu tidak barokah. Saat pagi dia cerita kepada isterinya, kemudian Isterinya bilang, "Ambil Mas, ayo ambil!!!". Kata suaminya, "Tidak Dek, uang nya tidak barokah". 

Hari kedua Laki-laki itu mimpi lagi dan diperintah mengambil bagiannya yang 10 dinar di tempat berbeda. Tapi apabila diambil maka tidak barokah. Paginya bercerita kepada isterinya, sang isteri seperti pada hari pertama menyuruh mengambil uang itu. Tapi suaminya kukuh, "Tidak Dek, uangnya tidak barokah". 

Hari ketiga laki-laki itu mimpi lagi agar mengambil uang 1 dinar dan uangnya barokah. Ngomonglah kepada yang perempuan. kata isterinya, "Terserah Mas, kamu ambil ya silakan, tidak juga gak apa-apa". 

Ternyata diambil lah uang 1 dinar itu oleh suaminya. Dalam perjalanan pulang dia bertemu penjual ikan yang menjual dua ikan besar. Ditanya berapa harganya. Penjual menjawab, "2 Ikan harganya 1 dinar". Dibelilah dua ikan itu. Setelah pulang, ternyata ketika dibelah di dalam ikan besar tersebut ada du mutiara. 

Mutiaranya dijual kepada penguasa dan dibeli dengan harga 500 dinar. Penguasanya berkata, "1 mutiara itu tidak bisa jadi perhiasan kalau tidak dengan pasangannya". Kemudian oleh laki-laki itu akhirnya diambilkan di rumahnya. Dijual dua-duanya sehingga uang yang 1 dinar  jadi seribu dinar. Barokahnya birul walidain merawat orang tua. 

III. Menyambung Tali Silaturahim 

Dalam kitab Tanbihul Ghofilin diceritakan Imam Dhokhaq Bin Muzakhir menafsiri ayat: 

يمحو الله ما يشاء ويثبت

Bahwa Allah mengahpus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. 

Beliau bercerita tentang fadilah silaturahim dimana ada seorang yang oleh Allah umurnya ditetapkan 3 hari lagi meninggal tapi karena dia menyambung silaturahim dengan orang yang tidak pernah dia jalin silaturahim. Maka oleh Allah dia ditambahi umurnya menjadi 30 tahun. 

Sebaliknya ada orang yang dalam ketetapan umurnya masih 30 tahun, tapi karena memutus silaturahim maka dia diputus umurnya menjadi 3 hari. Oleh karena itu manfaat dari silaturahim yang ke-10 diantaranya adalah bisa menambah pahala setelah orang itu mati. Tapi terkadang orang memutus silaturahim karena warisan dan lainya. 

IV- Tidak mensia-siakan umur untuk maksiat

Tidak mensia-sikan umur untuk maksiat. Artinya semua waktunya hanya untuk mencari ridla Allah dan ibadah. Oleh karena itu menurut Imam Ghazali agama terbagi menjadi dua : Pertama meninggalkan larangan dan kedua melakukan ibadah. 

Pertanyaannya berat mana diantara keduanya?. Menurut Imam Ghazali lebih berat meninggalkan maksiat karena orang melakukan taat semua orang bisa melakukan. Tapi meninggalkan maksiat hanya bagi orang-orang yang shiddiq. Mereka adalah Ahlu Sidqi. Yaitu orang-orang yang tidak hanya ibadah tapi juga meninggalkan maksiat.

Mengapa meninggalkan maksiat lebih berat daripada melakukan ibadah?. Menurut imam ghazali ibadah yang kita lakukan dan kita telah ikhlas dapat mengantarkan kita ke surga. Melakukan ibadah yang demikian sangatlah berat. Kenapa?. Karena nafsu menolak itu. Contoh antara tidur malam dan sholatul Lail. Kecendurungan nafsu adalah tidur. Yang berat adalah sholat lail. 

Sebaliknya melakukan maksiat dapat mengantarkan orang yang melakukannya ke neraka. Hal itu dihiasai oleh nafsu yang memang senang dengan maksiat. Contoh seneng dengan sepak bola yang jadwalnya bareng dengan Yasinan. Padahal bolanya saat final. kira-kira yang disenangi nafsu apa?. Oleh karena itu nabi berkata : 

حفت الجنة بالمكاره وحفت النار بالشهوات

Surga dihiasi dengan perkara yang tidak disenangi hati dan nafsu. Sebaliknya neraka dihiasi dengan perbuatan yang disenangi nafsu. 

V- Tidak mengikuti Hawa Nafsu

Syekh Abdul Wahab al-Sya'roni memberikan kiat untuk mengendalikan nafsu dengan dua hal : (1) Puasa ; Karena nafsu ibarat kayu kering sedangkan makanan dan minuman bagaikan bahan bakar. Semakin banyak makan semakin banyak bahan bakar. (2) Mengurangi tidur. Jika tidak tidur maka di gunakan untuk ibadah. 

VI- Bersungguh-sungguh dalam Ibadah

Ada ulama sufi yang bernama Khatim al-Ashom. Suatu ketika beliau ditanyai tentang amal beliau?. Khatim mennawab aku apabila amal meyakinkan 4 hal yaitu:

1) Aku menyakini apabila Allah memberi rezeki kepadaku dan tidak akan diberikan kepada orang lain -Rezeki tidak akan tertukar-.

2) Aku Meyakini bahwa aku  memiliki kewajiban maka aku sibukan diriku pada kewajiban itu. Inilah maksud bersungguh-sungguh dalam ibadah. 

3) Aku setiap saat merasa dilihat oleh Allah maka jika aku melakukan maksiat aku akan malu kepada Allah. 

4) Akan tiba waktunya aku mati, maka aku bergegas  untuk mencari bekal untuk sowan menghadap kepada Allah.

VII- Memperbanyak Zikir Kepada Allah.

Menurut Ibnu hajar zikir banyak macamnya diantaranya :

سبحان الله الخمد الله الله اكبر لااله الا الله 

Nabi menerangkandalam hadist qudsi bahwa bacaan Tahmid  apabila ada seorang membaca لااله الا الله  maka orang itu masuk dalam perlindungan-Ku. Apabila ada orang masuk dalam perlindungann-Ku maka dia akan selamat dari siksaku. Apabila ada aoramg masuk dalam perlindunahku Allah maka dia selamat dari siksa Allah. 


Nabi Musa pernah bertanya kepada Allah,   tentang tanda orang yang disukai Allah kemudian disebutkan : Orang yang diseukai Allah adalah dia diberi kesempatan untuk berzikir dan mengingatku  sehingga dia masuk dalam perlundungan Allah. Ketika dia  masuk dalam perlindungan-Ku. Maka dia akan selamat dari siksaku.

Orang yang dibenci Allah juga ada. Yaitu orang yang dibuat lalai. Dia tidak tunduk zikir kepada Allah. Hingga akhirnya turun lah adzab dan siksa  kepada orang tersebut. 

Zikir minimal ada 3 yaitu lisan, jinan (hati),  janan (anggota badan). Memperbanyak Zikir adalah salah satu amalaan yang dapat menerangi alam kubur. (3)


-Disarikan dari Ngaji Hikam Setiap Malam Selasa Oleh KH. Saiful Hidayat, M.HI di Bumi Damai Al-Muhibin Bahrul Ulum Tambakberas Jombang 22 Januari 2024.

Posting Komentar untuk " Ngaji Hikam Bab Perkara yang dapat Menerangi di Alam Kubur"